BUKITTINGGI,RELASIPUBLIK — Anggota DPR RI Nevi asal Sumatera Barat II, Hj. Zuairina, pada seminar Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI), mengatakan sudah saatnya para pemuda terutama kaum perempuan semakin meningkatkan kapasitasnya dalam berorganisasi dan bersosialisasi karena saat ini, masyarakat dan seluruh regulasinya sangat mendukung kaum perempuan masuk dalam dunia politik.
Namun demikian, Nevi mengutarakan, bahwa pria dan wanita dalam komunitas Muslim bergelut dengan banyak isu gender, mulai dari pekerjaan, pendidikan, peran perempuan di lingkungan keluarga dan soal kepemimpinan, serta bagaimana otoritas agama mengkonstruksi kondisi-kondisi perempuan. Tentunya, ini bukan sekedar soal hitam dan putih, atau tentang laki-laki berada di atas perempuan.
“Peran perempuan dalam suatu masyarakat dapat dilihat di banyak tempat. Di sejumlah negara-negara Muslim, termasuk Indonesia, penekanan pada penambahan akses pendidikan dan pekerjaan untuk perempuan juga makin terbuka. Kaum perempuan juga banyak yang menjadi anggota dewan organisasi, mendirikan yayasan, dan menjadi kandidat politik, serta sudah tak terhitung betapa banyaknya perempuan yang juga bergelut dengan hampir semua profesi seperti dokter, pendidik, polisi, politisi, relawan dan umumnya mereka dapat bersekolah dengan bebas sampai jenjang universitas. Khusus untuk perhelatan pemilu, kaum perempuan terlah diberikan porsi paling sedikit 30% untuk line up pencalegan pada setiap partai peserta pemilu”, tutur Nevi.
Politisi PKS ini menguraikan, di ranah politik dan pemerintahan, sudah begitu banyak para perempuan yang menjadi menteri dan kepala daerah, bahkan Presiden. Terkait peran perempuan di ranah politik baru-baru ini, sebut saja misalnya Khofifah Indar Parawansa dan Chusnunia Chalim, yang telah terpilih menjadi gubernur Jawa Timur dan Wakil Gubernur Lampung, mereka adalah ikon dari aktivisme perempuan di ranah sosial dan politik yang berintegritas.
Nevi menambahkan, Banyak perempuan Indonesia menaruh harapan besar dari keterlibatan kaumnya di ranah politik pemerintahan, di samping ada semacam kepuasan tersendiri, para perempuan ini juga tertarik untuk merubah hirarki sosial yang lebih egaliter dan emansipatoris. Tentu, keberadaan mereka yang menjadi kandidat politik dan aktivis sosial, dipundaknya sudah tertumpu tugas dan tanggungjawab yang besar bagi nasib perempuan yang lebih baik. Selain itu, kita bisa melihat, dalam beberapa dasawarsa terakhir, perempuan membentuk organisasi mandiri, menerbitkan majalah sendiri, jurnal, dan menulis di media-media untuk membentuk penafsiran agama dan sosial mengenai pendidikan, pekerjaan serta pastisipasi politik. Mereka menulis, menerbitkan, dan berpartisipasi dalam banyak acara konferensi, baik nasional maupun internasional. Dengan jumlah aktivis yang makin bertambah, para perempuan terbukti menjadi pelopor efektif dalam proses jangka panjang Islam, baik dalam konteks pemahaman kembali, pembaruan dan prospek transformasi.
“Semoga Para pemuda pemudi, khususnya kaum perempuan dapat menata dirinya, menguatkan pendidikannya, kemampuan berorganisasi, berkomunikasi dan terlibat pada aksi-aksi sosial kemasyarakatan. Harapan bangsa dan negara kita ini, akan terus membesar, seiring dengan semakin besarnya kemampuan anak-anak bangsa untuk bersiap melanjutkan estafeta dalam menjalankan keberlangsungan roda pemerintahan sekaligus meneruskan kehidupan berbangsa dan bernegara”, tutup Nevi Zuairina.(A-416)