Padang,relasipublik – Para penyintas narkoba adalah bukti bahwa para pelaku penyalahgunaan narkoba bisa lepas dari ketergantungan. Mereka perlu direhabilitasi agar tidak lagi mengonsumsi narkoba.
“Mereka bisa dilepaskan dari narkoba. Itulah mengapa saya dan para aktivis anti narkoba menyebut mereka pasien. Kecuali untuk pengedar, itu beda cerita,” ujar Wakil Ketua DPRD Sumbar, Evi Yandri Rajo Budiman di depan puluhan guru dan pegawai SMAN 5 dan SMAN 16 Padang, Senin (25/8).
Saat itu, di halaman SMAN 5 Padang tersebut berlangsung kegiatan sosialisasi peraturan daerah (perda) Nomor 9 Tahun 2018 tentang fasilitasi pencegahan, penyalahgunaan, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
Sosialisasi perda merupakan kegiatan rutin anggota DPRD Sumbar, termasuk Evi Yandri. Tujuannya agar regulasi tersebut dilaksanakan secara luas di tengah masyarakat.
Ingin kegiatan sosialisasi tersebut lebih bermanfaat secara signifikan, Evi Yandri mengajak sejumlah penyintas narkoba ikut serta. Salah satunya Vero, perempuan berusia 21 tahun yang saat ini sedang direhabilitasi Yayasan Pelita Jiwa Insani (YPJI). Yayasan tersebut ditopang salah satunya oleh Evi Yandri.
YPJI telah banyak membantu para penyintas narkoba untuk rehabilitasi. Termasuk Vero yang saat ini telah menunjukkan kemajuan signifikan setalah hampir tiga bulan jalani rehabilitasi itu.
“Saya hadirkan penyintas langsung ke sini untuk membuktikan bahwa pasien penyalahgunaan narkoba bisa berhenti konsumsi narkoba. Mereka perlu didukung untuk rehabilitasi, jangan disembunyikan atau ditutupi karena malu atau takut,” tegas Evi Yandri lagi.
Di hadapan para peserta sosialisasi itu, Vero bercerita ia pertama kali mengonsumsi narkoba saat berumur 19 tahun. Jenis sabu yang diberikan pacarnya padanya kala itu. Lama kelamaan, Vero menjadi pencandu. Uang tak ada, Vero sampai menjual barang-barang, mulai dari cincin emas, motor, hingga tabung gas guna bisa membeli shabu.
“Hidup saya terasa hancur, tidak bisa aktivitas apapun. Bahkan saat saya sudah punya anak, anak tidak terusus,” katanya.
Vero dijemput Evi Yandri dan YPJI di rumahnya di kawasan kota Padang. Info didapat dari keluarga Vero yang ingin perempuan itu direhabilitasi.
“Sewaktu saya jemput Vero ini kurus sekali. Mata hitam cekung, tatapan kosong. Ini yang hadir di depan kita saat ini sudah beda, badan berisi, sudah segar dan sangat normal bisa bersosialisasi,” katanya.
Vero menimpali, ia sangat berterima kasih pada YPJI dan Evi Yandri. Hidupnya telah kembali, ia bisa menjalani hidup normal dan mulai berubah.
Evi Yandri mengatakan bukan seorang Vero saja yang perlu dibantu untuk lepas dari narkoba. Angka kasus penyalahgunaan narkoba terus meningkat, secara nasional, termasuk Sumbar.
“Membawa pasien untuk rehabilitasi menjadi salah satu cara efektif menghalau penyebarannya. Jika tidak bisa semakin meluas dan korban semakin banyak,” katanya.
Guna bisa direhabilitasi, Evi Yandri mengatakan, semua pihak harus ikut aktif. Terutama para orang tua dan guru yang lebih banyak berinteraksi dengan siswa. Ini dikarenakan penyalahgunaan narkoba sudah sejak lama menyasar pelajar.
“Jenisnya banyak, bukan cuma ganja, shabu, opium, ekstasi. Obat batuk dan obat pereda nyeri dikonsumsi sekaligus langsung banyak, itu sudah berefek seperti narkoba. Ada pula jamur kotoran sapi. Dampaknya sama, merusak tubuh, psikologi dan pikiran. Ini juga mesti direhabilitasi,” tegasnya lagi.
Itulah mengapa perda tersebut mengatur peran serta masyarakat. Narkoba mesti diperangi bersama. Dari keluarga guru dan lingkungan sekitar.
“Mari kita pantau sama -sama anak anak dan orang dewasa di keluarga dan lingkungan kita. Jika gejalanya tampak maka bawalah rehabilitasi, jangan malu, jangan takut hukum. Kalau melapor rehabilitasi tidak akan diproses hukum,” tegasnya.
Senada dengan Evi Yandri , narasumber lainnya di acara sosialisasi tersebut, dari Kesbangpol Sumbar, Donny Hermansyah mengatakan jenis narkoba banyak. Maka masyarakat perlu tahu. Selain juga tahu gejalanya.
“Jika mereka berubah secara psikologis. Misalnya menarik diri dari sosial dan aktivitas, ledakan emosi atau mengurung diri. Bisa pula terlihat fisik berubah. Jika terlihat seperti ini coba dicek urin. Jika positif narkoba mari kita rehabilitasi,” katanya.
Menurutnya, masih banyak masyarakat yang menyembunyikan pelaku penyalahgunaan narkoba. Alasannya karena malu. Ini beresiko, pasien akan terus ketergantungan dan akan rusak hidupnya. Bahkan bisa pula menjadi pengedar.
“Kalau tertangkap aparat sudah pasti diproses hukum. Jadi dari pada dipenjara lebih baik kita bawa mereka rehabilitasi. Ini pilihan terbaik,” paparnya lagi.
Inilah alasan lain, masyarakat menilai pasien harus disembunyikan agar tidak ditangkap aparat. Padahal, tegas Donny, pelaku penyalahgunaan narkoba tidak akan diproses hukum. Jika tertangkap pun, mereka tak akan ditangkap karena sudah ada keterangan sedang direhabilitasi. Kecuali mereka pengedar.
Cara lain yang mesti dilakukan untuk menghalau penyalahgunaan narkoba, kata Donny adalah mengawasi pergaulan.
“Pantaulah dengan siapa anak atau anggota keluarga kita bergaul. Penelitian membuktikan pelaku penyalahgunaan narkoba sebagian besar pertama kali mendapatkannya dari teman atau pacar. Hanya 2 persen yang berasal dari pengedar,” tegas Doni.
Bukan hanya pada kegiatan hari itu saja. Pada rangkaian kegiatan sosialiasi perda kali ini, Evi Yandri akan melaksanakan dua lagi pertemuan dengan total jumlah peserta ratusan orang.
“Saya berharap peserta sosialisasi bisa membantu penyebaran informasi ini pada banyak orang lain secara luas,” kata Evi. (*)