PADANG,RELASIPUBLIK–Satpol PP Kota Padang dinilai tidak peduli dengan keluhan masyarakat perihal penyekatan koridor atau lorong bangunan Cagar Budaya dijalan Niaga Kelurahan Pondok Padang Barat.
Hal ini disampaikan oleh Kabiro Investigasi dan Intelijen LSM Badan Peneliti Independent Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawasan Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Provinsi Sumbar Luki Andrisko kepada tim awak media, pada Sabtu (10/7).
“Kasi Bangunan PUPR Kota Padang kan sudah menjelaskan bahwa koridor atau lorong tersebut fungsinya untuk pejalan kaki sebagai pengganti trotoar tidak boleh disekat, jadi Satpol PP tunggu apa lagi untuk menertibkan?” tanya Luki.
Luki menyebut, “sebagai penegak perda seharusnya Satpol PP peka dan peduli terhadap keluhan masyarakat,” sebutnya.
Seperti diberitakan sebelumnya oleh banyak media Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI) Kota Padang Julias Oscar telah meminta kepada Satpol PP menertibkan penyekatan tersebut. Namun hingga saat ini masih belum ditertibkan.
Bahkan Kasi Pembangunan PUPR Padang Yulita juga telah menegaskan bahwa koridor atau lorong dijalan Niaga tersebut adalah Cagar Budaya, tidak boleh disekat.
Luki menyebut, “kami akan segera menyurati Satpol PP dan mempertanyakan apa alasannya, hingga saat ini masih belum juga dilakukan penertiban,” sebutnya.
Tidak hanya itu, Luki juga meminta kepada Wako Padang agar melakukan penyegaran dijajaran instansi penegak perda itu.
“Sebagai aparatur pemerintahan yang digaji oleh negara saya mengingatkan kepada Wako Padang agar menempatkan orang – orang yang mampu bekerja maksimal dan peka terhadap keluhan masyarakat,” ujar Luki.
Tim awak media sebelumnya telah mengkonfirmasikan tentang hal itu kepada Kasat Pol PP Padang Alfiadi melalui sambungan celulernya, pada Jumat (4/6). Alfiadi mengatakan, “apakah sudah dilakukan prosedurnya oleh Lurah? Sebab kami tidak bisa mengukur fasum,” katanya.
“Jika sudah dilakukan proses namun tidak mempan, baru tugas kami menindak. Sebab jika ditindak saja dilapangan namun ternyata sudah diizinkan, ya kitakan tidak tahu,” sebut Alfiadi.
“Artinya kami memback up semua apa yang dilakukan misalnya cafe malam lewat dari jam tayang, sudah dilakukan teguran oleh pembina tidak diindahkan, baru minta tolong ke Satpol PP sebab saya yang punya pasukan, nanti kita diskusikan,” jelas Alfiadi.
Lebih lanjut Alfiadi menyampaikan, “intinya semua pekerjaan itu dibagi sesuai tupoksi, jika Satpol saja yang mengerjakan semuanya tentu tidak mungkin, padahal ditingkat kelurahan dan kecamatan ada penyambung kaki saya, namanya kasi trantib, dibiayai oleh negara,” ujarnya. (tim)