JAKARTA,RELASIPUBLIK- Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menegaskan masih ada upaya “merampas” Partai Demokrat setelah Kementerian Hukum dan HAM menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang. Meskipun pihaknya memiliki bukti juridis yang kuat, namun AHY meminta seluruh kader untuk tetap waspada.
Hal itu disampaikan melalui siaran pers yang diteruskan anggota Fraksi Demokrat DPR RI H. Darizal Basir dari Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, Senin (13/9/2021).
Menurut Herzaky, Ketum Partai Demokrat AHY menyampaikan hal itu dalam sambutannya pada puncak peringatan Dua Dekade Demokrat pada Kamis (9/9) lalu.
“Sampai dengan hari ini upaya untuk merampas Partai Demokrat masih juga terus berjalan. Setelah keputusan Kemenkumham mengenai penolakan hasil KLB Deli Serdang, masih berupaya menggugat dan membatalkan keputusan pemerintah melalui jalur PTUN termasuk kemungkinan judicial review melalui Mahkamah Agung,” tulis Herzaky mengulang apa yang diungkapkan AHY dalam sambutannya tersebut.
Dia menerangkan, meskipun Partai Demokrat memiliki segala bukti juridis yang kuat untuk bisa mematahkan pihak Moeldoko untuk ke dua kalinya, namun AHY meminta seluruh kader dan para pejuang demokrasi untuk tetap waspada. AHY menegaskan bahwa yang diperjuangkan oleh Partai Demokrat adalah tegaknya keadilan, hukum dan demokrasi di negeri ini (Indonesia).
Herzaky menyebutkan, setelah gagal mendapatkan pengesahan Menkumham RI, Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko dan tiga orang mantan kader Demokrat Pro Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang, kembali ‘menyerang’ Partai Demokrat kepemimpinan AHY dengan mendaftarkan dua gugatan sekaligus di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada akhir Juni 2021 lalu.
“Kami terus waspadai ‘putar balik’ fakta hukum pada dua Gugatan tersebut di Pengadilan TUN Jakarta,” sebutnya.
Herzaky menjelaskan, ada dua gugatan yang dimasukkan oleh Moeldoko Cs ke Pengadilan TUN Jakarta yang diperkirakan akan diputuskan dalam bulan Oktober 2021 mendatang.
“Pertama, perkara nomor 150, penggugatnya Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun. Mereka meminta agar Majelis Hakim PTUN membatalkan keputusan Menkumham 31 Maret 2021 yang menolak pendaftaran hasil KLB Deli Serdang. Mereka juga meminta agar Majelis Hakim untuk memerintahkan Menkumham agar mengesahkan hasil KLB tersebut. Ini upaya ‘begal politik’ yang melecehkan Hukum dan Demokrasi,” jelas Herzaky.
“Kedua, Perkara nomor 154. Di sini ada tiga mantan kader yang terafiliasi dengan KLB Moeldoko, yang menuntut Majelis Hakim Pengadilan TUN agar membatalkan dua SK Menkumham terkait hasil Kongres V PD 2020 yang telah dikeluarkan lebih dari setahun yang lalu. Artinya, kalau digugat, ya sudah kadaluarsa. Kalaupun mau gugat, harus 90 hari, atau tiga bulan sebelumnya. Hal ini jelas diatur dalam hukum di negara kita,” tambahnya.
Meskipun demikian, dia menyatakan keyakinannya bahwa Majelis Hakim Pengadilan TUN Jakarta akan tegak lurus dalam menegakkan kepastian hukum dan keadilan demi terjaganya demokrasi di negeri ini.
“Dikomandoi Hamdan Zoelva, mantan Ketua MK, Tim Hukum kami telah menyiapkan ratusan bukti tertulis, saksi fakta dan saksi ahli untuk agenda persidangan hari Kamis, 16 dan 23 September ini,” tandasnya.
Dia menerangkan, Majelis Hakim PTUN Jakarta yang menangani Perkara 150/G/2021/PTUN-JKT adalah Enrico Simanjuntak, Budiamin Rodding, dan Sudarsono. Untuk Perkara 154/G/2021/PTUN-JKT (majelis hakimnya) adalah Bambang Soebiyantori, Mohamad Syauqie dan Elfiany.
Menurut Herzaky, kedua gugatan tersebut, Moeldoko Cs menggugat Menkumham RI, Yasonna Laoly. Majelis Hakim PTUN tersebut telah menerima permintaan DPP Partai Demokrat kepemimpinan AHY untuk masuk sebagai ‘Tergugat II Intervensi’ atau Pihak yang kepentingannya terkait langsung dengan perkara. (*)