Oleh : Muhamad Refi*
Perbincangan mengenai disabilitas kian hari semakin marak di berbagai kelompok masyarakat. Komunitas, kampus dan sebagian masyarakat umum menunjukkan ketertarikan dengan isu disabilitas. Ketertarikan ini terlihat dari ramainya perbincangan didalam dan antar kelompok mengenai hak dan perlakuan terhadap penyandang disabilitas. Meskipun hanya sebuah perbincangan, hal ini menjadi sebuah dorongan positif menuju masyarakat inklusi. Namun apa kabar dengan lembaga pemerintahan?
Pemerintah Kota Padang mendukung pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas melalui Peraturan Daerah Kota Padang Nomor 3 Tahun 2015. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah Tuhan Yang Maha Esa mempunyai kesempatan yang sama untuk bertahan hidup dan menjalani kehidupannya tanpa dihalangi oleh kondisi disabilitas. Ketetapan ini diberlakukan di kota Padang dengan Walikota sebagai unsur penyelenggara yang juga merupakan selah satu kewenangan darah otonom.
Peraturan ini tentunya ditetapkan juga berdasarkan pertimbangan jumlah disabilitas yang ada di Kota padang. Hasil riset M Sosial kota Padang pada tahun 2013 mengenai disabilitas menunjukkan jumlah disabilitas di Kota padang sebanyak 1.856 jiwa. Jumlah ini diperkirakan meningkat setiap tahunnya sampai pada saat ini. Jumlah ini seiiring dengan data suspenas pada 2018 yang menunjukkan 14,2% penduduk Indonesia adalah penyandang disabilitas. Pada data tersbut disabilitas tergolong kedalam berbagai kelompok yaitu tuna grahita, tuna daksa, tuna rungu, tuna netra dan orang dengan tuna ganda.
Merupakan sebuah angin segar tentunya bagi penyandang disabilitas setelah ditetapkannya peraturan pemerintah mengenai pemenuhan hak meraka. Namun pada kenyataannya di kota Padang saat ini sangat jarang bahkan tidak ditemukan penyandang disabilitas yang beraktifitas di tempat umum. Penyandang disabilitas terkadang ditemukan di persimpangan jalan dan atau pasar tradisional saja. Mereka menyandang status sebagai orang yang membutuhkan belas kasihan dan menampilkan ketidakmampuan serta keterbatsannya.
Hal ini merupakan sebuah ironi mengingat sudah ditetapkannya peraturan daerah di Kota Padang mengenai pemenuhan dan perlindungan hak disabilitas di kota Padang sejak 6 tahun yang lalu. Pada ketetapan tersebut terdapat pemenuhan hak disabilitas di berbagai bidang diantaranya pendidikan, pekerjaan dan aksesibilitas. Pada Pasal 7 dalam ketetapan tersebut termuat bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab pemenuhan hak penyandang disabilitas secara sistematis, komprehensif dan konsisten. Lantas bagaimana implementasi dari pemenuhan hal tersebut?
Pemenuhan hak pendidikan
Pemenuhan hak penyandang disabilitas atas pendidikan tertuang dalam Pasal 19 pada ketetapan ini. pada pasal ini disebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama untuk menjadi peserta didik atau penyelenggara pendidikan usia dini dan pendidikan dasar sesuai dengan jenis dan derajat disabilitasnya. Lalu pada Pasal 20 di ketetapan yang sama disebutkan bahwa pemerintah daerah dan penyelenggara pendidikan usia dini dan pendidikan dasar berkewajiban memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang disabilitas untuk memperoleh pendidikan. Hal yang dimaksud pada poin ini adalah penyediaan sarana dan prasarana serta tenaga pengajar bagi penyandang disabilitas. Pemberian kesempatan ini juga harus diumumkan secara terbuka kepada masyarakat sesuai dengan ketetapan tersebut.
Pemenuhan hak atas pendidikan bagi disabilitas juga didukung oleh kampanye pemerintah terkait sekolah inklusi. Sekolah inklusi dimaksudkan pada penerimaan dan pemberian kesempatan yang sama oleh sekolah umum terhadap penyandang disabilitas. Namun sejauh mana sekolah inklusi ada di kota Padang sampai saat ini. Stigma buruk yang melekat pada penyandang disabilitas membuat banyak orang tua lebih memilih sekolah khusus bagi anaknya. Hal ini juga didorong oleh ketersedian pendidikan luar biasa di kota Padang. Sekolah luar biasa dipandang lebih memahami kondisi disabilitas disbanding sekolah umum. Hal ini juga dapat terlihat dari penyediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan belajar bagi penyandang disabilitas.
Pemenuhan hak pekerjaan
Pada Pasal 28 dan 29 ketetapan yang sama disebutkan bahwa penyandang disabilitas mempunyai kesempatan dan perlakuan yang sama untuk memperoleh pekerjaan disamping harus memenuhi persyaratan. Dalam Pasal ini juga termuat kewajiban bagi pemerintah daerah untuk mempekerjakan satu orang disabilitas untuk setiap seratus orang pegawai. Selain itu pemerintah daerah juga diwajibkan melakukan perluasan kesempatan kerja bagi penyandang disabilitas dan memfasilitasi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak yang sama atas pekerjaan.
Pertanyaannya adalah bagaimana kota Padang mengimplementasikan ketetapan ini? apakah penyandang disabilitas diberikan lapangan pekerjaan atau setidaknya kesempatan kerja sesuai dengan ketetapan ini? Banyak dari penyandang disabilitas di kota Padang mengeluhkan hal terkait pekerjaan. Meskipun sudah menyelesaikan pendidikan di sekolah luar biasa, tentunya ijazah atau bukti keterangan lulus tidak bisa disetarakan dengan sekolah umum. Akibatnya penyandang disabilitas terpaksa berusaha menjalankan usaha mandiri demi mencari penghasilan. Tidak sedikit juga penyandang disabilitas yang tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan usaha. Akibatnya mereka menjalani hidup sebagai pengangguran dan dipandang sebagai beban sosial di masyarakat.
Pemenuhan hak aksesibilitas
Terdapat 17 Pasal dalam ketetapan ini yang memuat pemenuhan penyandang disabilitas atas aksesibilitas yaitu pasal 94 sampai Pasal 110. Pada Pasal 94 disebutkan bahwa setiap penyandang disabilitas berhak atas penyediaan aksesibilitas dan sistem kelembagaan disabilitas dalam pemanfaatan dan penggunaan sarana prasarana umum. penyediaan akses yang dimaksud dijelaskan Pasal 96 yang terdiri dari aksesibilitas bangunan, jalan, taman dan pemakaman, transportasi umum, layanan perbankan dan rumah sakit, layanan pendidikan dan pelayanan umum. Semua hal ini merupakan rangkaian upaya untuk mengakomodir kepentingan penyandang disabilitas di kota Padang.
Berbagai sarana penunjang disabilitas terlihat di berbagai tempat di kota Padang seperti halte, taman dan trotoar. Namun, Fasilitas yang disediakan tidak sepenuhnya layak bagi penyandang disabilitas. Seperti contohnya trotoar dan halte di kota padang yang tidak mendukung bagi pengguna kursi roda. Hal ini membuat penyandang disabilitas tidak menggunakan fasilitas yang sudah disediakan. Fasilitas tersebut lebih sering digunakan oleh masyarakat normal yang tidak seharusnya menggunakan fasilitas tersebut. Akibatnya fasilitas menjadi rusak karena dipergunakan tidak sesuai fungsinya. Sebagian fasilitas lain rusak karena tidak adanya pemeliharaan yang konsisten dari penyelenggara pemerintahan. Akibatnya pembangunan menjadi sebuah kesia-sian semata dengan pengucuran dana yang cukup besar.
Peraturan Pemerintah Daerah Kota Padang tentang pemenuhan dan perlindungan hak peyandang disabilitas yang ditetapkan pada tahun 2015 lalu menjadi harapan bagi penyandang disabilitas pada kala itu. Banyak hal dalam peraturan tersebut memuat tentang kebutuhan penyandang disabilitas di kota Padang. Ditetapkannya peraturan tersebut diiringin dengan pembangunan sarana penunjang kegiatan bagi penyandang disabilitas di kota Padang. Pemerintah kota Padang menggaungkan sorakan kota Padang menuju inklusif.
Namun 6 tahun sejak ditetapkan peraturan tersebut fasilitas ramah disabilitas di kota Padang sudah tidak terlihat. Jaminan pekerjaan dan dukungan usaha bagi penyandang disabilitas tidak tersebar merata di Kota Padang. Sekolah inklusif menjadi sebuah isapan jempol semata. Penyandang disabilitas di kota Padang tetap saja tidak beraktifitas selayaknya orang normal. Pada akhirnya, Pemenuhan hak penyandang disabilitas secara sistematis, komprehensif dan konsisten hanyalah sebuah kalimat tanpa makna pada peraturan Peraturan Daerah Kota Padang sejak 6 tahun yang lalu.**
* Mahasiswa tahun akhir di Universitas Andalas