PADANG,RELASIPUBLIK – Pernyataan Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas dengan menganalogikan suara azan dengan suara anjing masih menimbulkan polemik. Apalagi setelah statemen keras yang dikeluarkan oleh LKAAM Sumbar.
Menanggapi hal tersebut Sekretaris PWNU Sumatera Barat yang juga wasekjend PBBU Sulaiman Tanjung, mengungkapkan apa yang di sampaikan oleh ketua umum LKAAM sebagai bentuk kecintaan masyarakat terhadap agama Islam, Suleman juga akui, Masyarakat sumatera barat juga terkenal dengan masyarakat yang religius dan agamais.
Meski demikian, Suleman Tanjung yang juga saat ini menjabat sebagai wasekjend menyayangkan pernyataan ketua LKAAM sumbar Fauzi Bahar Datuak nan Sati yang mengharamkan Menteri Agama se Sumbar sebuah pernyataan yang tidak santun, karena semua umat berada diatas bumi dan di bawah langit yang sama milik Allah.
“Sepanjang niatnya baik tidak ada salahnya seseorang datang ke Sumatera Barat, apalagi Sumbar adalah bagian NKRI,” kata Suleman Tanjung.
Suleman Tanjung juga mengajak semua kader nahdyilin, mulai dari para ustadz buya, kyai, Badan otonom yang ada di Nahdatul ulama seperti GP Anshor, muslimat, Fatayat dan Banom lainnya, agar tidak terprovokasi dan terpancing adaya statement yang beredar dan menyudutkan salah seorang kader NU.
Putra asli Talu Pasaman ini juga Meminta kepada semua pemangku adat di Minangkabau da stakeholder di Sumbar senantiasa menjaga kondusifitas di tengah masyarakat, agar tidak ada perpecahan dan konflik di tengah tengah masyarakat.
“Saya kenal baik dengan Menteri Agama, beliau adalah seorang ulama sosok yang religius, beliau juga ahli sunah waljamaah, berprilaku baik, tidak seburuk yang masyarakat kira,” ujar Tanjung.
Secara hubungan kekerabatan, Menteri Agama Yaqut merupakan Anak dari KH Kholil Bisri ulama besar yang berasal dari Jawa Tengah. Dia juga merupakan saudara kandung ketua umum PBNU
KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
“Dari segi keturunan mereka itu anak kyai, dan saya meyakini adalah muslim yang baik,” tegas Tanjung.
Sementara itu ketua PWNU Sumbar, Ganefri menambahkan, pengaturan toa yang saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat tidak perlu menjadi persoalan. Ganefri menilai karena pemaknaan yang berbeda diterima oleh masyarakat.
“Saya memastikan tidak ada niat dari Menteri agama membandingkan, cuma memberikan contoh, hanya pemilihan analogi yang tidak pas dengan memakai kata kata hewan yang dianggap najis,” kata Ganefri.
Ketua PWNU Sumbar ini juga mengharapkan, agar tokoh tokoh Sumbar dalam membuat statmen yang nantinya bisa merugikan Sumtera barat sendiri.(***)