Berita UtamaOpiniTERBARU

Jelang Alek 2024, Antara Mereka Yang Pelupa dan Yang Terlupakan.

283
×

Jelang Alek 2024, Antara Mereka Yang Pelupa dan Yang Terlupakan.

Sebarkan artikel ini

Perhelatan 5 tahunan tidak berapa lama lagi akan segera di gelar oleh KPU RI, yakni pemilihan anggota Legislatif yang sering disebut masyarakat sebagai pemilihan anggota Dewan. Direncanakan perhelatan ini dilaksanakan pada Februari 2024, lebih setahun lagi dari saat ini. Dan tahun depan di 2023, arena akan dibuka untuk pemanasan 2024.

Tak terasa juga sudah 3 tahun lebih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih pada 2019 lalu menikmati kursi empuk wakil rakyat dan bermacam fasilitas negara yang dibayar melalui uang rakyat Indonesia. Tak sedikit juga dari wakil rakyat yang dulunya biasa saja ketika menjadi pejabat sudah berbeda penampilan dan auranya, maklum saja sudah menikmati hidup layak dan fasilitas yang baik pula.

Ketika itu, jelang Pileg 2019, para Caleg ini sangat rajin dan antusias sekali menyapa dan mengunjungi masyarakat, temu konstituen itu yang kerap mereka sebut. Para tim sukses juga kerap berseliweran ditengah masyarakat menjajakan program jagoan masing-masing. Ya berbagai macam jualan program yang mereka jajakan, ada yang logis dan banyak juga yang seperti halusinasi atau retorika semata. Tapi bisa dimaklumilah, namanya juga menjajakan dagangan tentu berbagai macam trik marketing untuk menarik minat masyarakat untuk memilih jagoan mereka. Begitupun si caleg, yang dulunya jarang senyum, tiba-tiba suka senyum-senyum sendiri semanis dan seramah mungkin, ada yang tulus ada juga yang terkesan dibuat-buat. Yang dulunya pelit, tiba-tiba menjadi pemurah, suka membayar minum dan traktir makan. Yang dulunya kaku dan tak peduli, tiba-tiba menjadi paling perhatian terhadap masalah dan keluhan masyarakat. Ada juga yang datang membawa oleh-oleh buah tangan dan bingkisan, ya sekedar pembeli beras dan lauk pauk secukupnya lah, begitu kira-kira. Kemudian memberi janji bilamana terpilih akan melakukan program ini dan itu demi kesejahteraan masyarakat, konon begitu secara umum, ada juga yang membuat kontrak politik, sudah macam melamar pekerjaan saja jadinya.

Dan akhirnya, bagi yang beruntung duduklah mereka sebagai wakil rakyat, dengan gaji dan fasilitas yang lebih lah dari rakyat yang mereka wakili. Kemana datang disambut disalami, diberi panggung kehormatan. Setiap ketemu disapa hangat oleh masyarakat layaknya sebagai seorang pejabat. Yang dulu datang tanpa diundang, sekarang harus diundang dulu baru datang. Yang dulu sering menelpon sekarang susah untuk angkat telpon. Tidak semua memang, tapi kebanyakan demikian.

Nah, tibalah saatnya mewujudkan janji kampanye dan merealisasikan program yang dulu sering disampaikan, dan disinilah kerap timbul masalah. Ternyata aturan di gedung Dewan itu tak semudah yang dibayangkan. Ada regulasi yang mengikat dalam persoalan pengajuan program dan anggaran. Salah mengajukan program kemungkinan besar tak masuk kedalam agenda karena berbenturan dengan aturan pemerintah. Pusing, akhirnya memilih yang mudah saja, tapi apa daya janji telah terucap. Akhirnya yang terjadi adalah pilih-pilih tempat untuk merealisasikan dana pokok pikiran. Malas bertemu konstituen karena takut ditagih janji. Dan hanya konstituen tertentu saja yang dikunjungi, diutamakan daerah penyumbang suara terbanyak, yang kurang perolehan suaranya, ya dilihat-lihat jauh sajalah, atau kirim tim sukses sekedar penjawab tanya masyarakat saja.

Tapi ini masih bisa disebut lumayanlah karena masih juga menggelontorkan dana pokok pikiran walau ditempat yang sudah ditentukan, dengan catatan wilayah kantong suara. Ada yang bahkan tidak mau tahu sama sekali, program usulan masyarakat hanya disampaikan melalui tim sukses saja dengan alasan Bapak sibuk kunjungan kerja keluar daerah. Dan kalaupun membuat kegiatan Reses dalam rangka menjemput aspirasi yang diundang hanya orang-orang tertentu saja, dan diutamakan keluarga dari tim sukses atau orang-orang yang dianggap mampu menyukseskan pada periode berikutnya.

Dan persoalan masyarakat secara umum akhirnya terlupakan, karena prioritas hanya membangun basis dengan dana pokok pikiran, sementara kepentingan umum kerap terabaikan. Karena kebanyakan para wakil ini hanya berpikir bagaimana menghabiskan dana pokok pikiran yang terbatas, ketimbang mencari atau memperjuangkan kepentingan masyarajat diluar dana pokir. Misalnya memperbaiki atau membangun fasilitas umum seperti jalan dan jembatan, yang tidak mungkin terpenuhi dengan dana pokir, tapi tentu harus meloby dan bersinergi dengan pemerintah dari daerah bahkan sampai ke pusat. Artinya menjemput kue pembangunan dan memperjuangkan aspirasi yang menyangkut kepentingan umum lainnya yang tidak selesai melalui dana pokir saja.

Dan bagi mereka yang pilih-pilih untuk merealisasikan program inilah yang wajib dicatat oleh masyarakat. Karena mereka setelah terpilih adalah wakil rakyat secara umum, bukan wakil dari yang memilih saja. Ini yang penulis perhatikan acap terjadi, dimana para wakil ini kurang memahami tugas dan fungsinya, sehingga ketika sudah duduk sebagai pejabat mereka sering lupa. Walau memang tidak semua bersikap demikian, yang tulus dan mati-matian berjuang untuk rakyat secara umum ada juga, dan itu patut diingat dan di apresiasi oleh masyarakat. Kalau istilah lapangannya, lanjutkan !.

Dan untuk menyikapi hal diatas, masyarakat pun harus jeli dan mulai berhitung dari saat ini. Jangan mudah terbuai dengan janji-janji, jangan mudah terperdaya hanya karena sedikit bingkisan dan sedikit pembeli bensin dan uang rokok. Masyarakat harus membuat penilaian, jangan hanya memandang dari wajah dan penampilan dan kata-kata manis, jangan hanya memandang dari status sosial kaya dan berhartanya si calon tadi. Namun lihatlah rekam jejaknya selama ini di masyarakat, lihat kepedulian dan integritas yang sudah dia bangun selama ini. Dan lihat juga kwalitas pergaulan dan intelektualitasnya agar tidak terbeli kucing dalam karung.

Pernah penulis berbincang dengan beberapa masyarakat terkait keluhan mereka, dan penulis tanyakan apa tanggapan si Bapak yang kemaren terpilih disini, mereka menjawab sejak si Bapak itu terpilih boleh dikatakan tidak pernah datang lagi ke daerah ini dan sepertinya lupa, bagaiamana mau menyampaikan aspirasi untuk bertemu saja susah. Lalu penulis katakan tak perlu khawatir, tahun depan si Bapak itu dan Bapak-Bapak yang lain akan sering berkunjung kesini. Bahkan tanpa diundang pun mereka yang akan datang sendiri dan tidak akan pelupa lagi. Lalu saya dan beliau sama-sama tersenyum dan mungkin beliau berpikir menunggu saat itu tiba. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *