PADANG, RELASI PUBLIK— Ketika awan hitam menggelayuti langit Kota Padang, penduduknya dengan hati-hati mempersiapkan diri untuk menghadapi musim hujan yang tinggi. Kota yang indah di tepi pantai Sumatera Barat ini, seperti yang sering terjadi, kembali menghadapi ancaman banjir yang melanda.
Musim hujan yang tinggi membawa tantangan serius bagi infrastruktur dan kesejahteraan warga Kota Padang. Curah hujan yang tinggi seringkali mengakibatkan sungai-sungai meluap, drainase yang kurang optimal menyulitkan aliran air, dan genangan air menjadi pemandangan sehari-hari di beberapa wilayah, salah satunya adalah Kelurahan Dadok Tunggul Hitam.
Kelurahan Dadok Tunggul Hitam menjadi pilihan yang tepat dalam pemberian intervensi nonklinis berupa psikoedukasi mengingat seringkali menjadi daerah banjir yang mengakibatkan dampak psikologis secara signifikan pada masyarakat, terutama ibu-ibu sebagai pilar keluarga.
Psikoedukasi mengenai Pengurangan Risiko Bencana (PRB) dipandang sebagai langkah penting untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana alam.
Informasi mendalam diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung dengan Lurah Kelurahan Dadok Tunggul Hitam serta Kepala RT 05. Kondisi drainase yang kurang memadai diungkapkan sebagai salah satu tantangan utama yang dihadapi warga. Meskipun tidak menelan korban jiwa, dampaknya terasa dalam terhambatnya aktivitas fisik masyarakat.
Selain itu, sulitnya akses dalam memberikan bantuan juga menyulitkan pihak luar untuk memberikan bantuan.
Dalam sebuah langkah berarti untuk menghadapi tantangan bencana alam, mahasiswa
Psikologi dari Universitas Andalas (UNAND) memilih wilayah RT/RW 05/09 di Kelurahan Dadok Tunggul Hitam, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang. Sebuah inisiatif yang tidak hanya membawa pengetahuan tetapi juga memberikan sentuhan langsung kepada kelompok ibu penyintas bencana banjir.
Selain itu, manajemen stres menjadi fokus utama dalam psikoedukasi ini. Mahasiswa Psikologi UNAND berbagi strategi efektif kepada kelompok ibu penyintas, membantu mereka mengelola stres yang timbul akibat pengalaman traumatis terkait bencana banjir. Dengan pemahaman yang mendalam tentang aspek psikologis, mahasiswa memberikan metode relaksasi dan coping skills yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui pendekatan interaktif dan dialog, mahasiswa Psikologi UNAND berhasil menciptakan lingkungan yang mendukung pertukaran pengetahuan dan pengalaman antara penyintas bencana.
Hal ini menciptakan ikatan emosional yang kuat, membantu ibu-ibu dalam memahami dan mengelola perasaan mereka dengan lebih baik. Tidak hanya memberikan informasi, kegiatan ini juga berperan sebagai wadah untuk membentuk solidaritas dan rasa kebersamaan di antara kelompok ibu penyintas. Dengan saling mendukung dan memahami, mereka dapat membangun ketahanan mental bersama, mengatasi
trauma, dan melangkah maju dengan penuh semangat.
Dalam aksi ini, mahasiswa Psikologi UNAND tidak hanya berperan sebagai penyampai informasi. Mereka menjadi agen perubahan yang membangun kesiapsiagaan dan kesejahteraan psikologis di tengah-tengah kelompok ibu penyintas. Artinya, tidak hanya bangunan fisik yang perlu diperbaiki, tetapi juga fondasi mental masyarakat yang perlu diperkuat. Inilah esensi dari kontribusi mahasiswa Psikologi UNAND dalam membangun masyarakat yang tangguh menghadapi bencana alam. Diharapkan bahwa kegiatan ini akan menjadi inspirasi bagi mahasiswa Psikologi lainnya untuk berperan aktif dalam memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat serta meningkatkan pemahaman akan pentingnya aspek psikologis dalam upaya rekonstruksi pascabencana. (*)