Oleh: Amrizal Rengganis*
Dalam idiom militer dikenal istilah tour of duty and tour of area. Kira-kira artinya adalah peralihan tugas dan peralihan tempat bertugas. Dalam kaba (cerita Minang yang didendangkan) sering pula diungkapkan: kaba baraliah hanyo lai, sungguah baraliah sinan juo. Jadi pada hakekatnya yang beralih hanya tempat, sedangkan yang tidak berubah adalah tugas itu sendiri.
Menjadi Kepala Daerah sesungguhnya adalah tugas atau duty. Prinsip-prinsip yang berlaku untuk Kepala Daerah tidak berubah, yakni tiga hal. Pertama menjadi administratur pemerintahan, kedua menjadi administratur pembangunan dan ketiga menjadi administratur kemasyarakatan. Satu kepala daerah dengan kepala daerah yang lain, yang membedakannya tentu style atau gaya kepemimpinan.
Menurut saya, style lebih banyak karena bawaan atau bakat seseorang. Sehingga sulit membuat seorang pemimpin harus keluar dari jati dirinya yang asli. Misalnya, Ustad Mahyeldi pada dasarnya tidak seorang yang palapau, duduk berlama-lama di lapau untuk berbagi informasi dengan publik, maka tidak bisa pula beliau diminta meng hajan-hajan agar ke lapau untuk ngobrol. Kalau itu beliau lakukan, percayalah, hanya akan menjadi icak-icak saja. Jangan-jangan malah diangggap sebagai pencitraan belaka.
Jadi menurut saya tiap pemimpin atau Kepala Daerah memiliki style nya masing-masing. Mungkin saja style buya Mahyeldi disuka oleh staf dan publik lantaran sudah menyesuaikan, tetapi belum tentu pula style itu diteruskan oleh penerus nya. Sebaliknya, ketika melanjutkan tugas pendahulu nya yang memiliki style tertentu – dan disuka oleh staf atau publik—belum tentu buya bisa seperti itu.
Begitu juga dengan Kepala Daerah yang lain, masing-masing punya style sendiri. Maka ketika terjadi tour of duty and tour of area tentu mau tak mau akan ada yang berubah. Ada kebiasaan-kebiasaan sebelumnya ternyata tidak terjadi di masa kini. Itu lumrah, karena seperti saya katakan tadi tiap pemimpin memiliki style sendiri.
Apa yang bisa disamakan?
Yang bisa disamakan adalah tujuan. Tujuan luhur membangun negeri menjadi lebih baik, makmur dan sejahtera. Jika tujuannya sama, maka tiap pemimpin akan berusaha mencapainya dengan sekuat daya dan upaya.
Kembali ke soal tour of duty and tour of area tadi. Tugas yang diemban Buya Mahyeldi pada prinsipnya seperti tugas Kepala Daerah di Kota Padang juga. Hanya saja area nya yang berubah. Dari hanya lingkup Kota Padang menjadi lingkup Provinsi Sumatera Barat. Dari Aie Pacah Kecamatan Koto Tangah, alih kantor ke Jl Sudirman di pusat kota.
Berat ringannya bagaimana?
Harus diakui, bahwa ini adalah tugas yang jauh lebih berat. Cakupannya menjadi luas, rentang kendali (spend of control) nya menjadi lebih lebar. Keberagaman masyarakat yang mesti dilayani bersama semua jajaran Pemprov Sumbar tentu jauh lebih majemuk dari pada di Kota Padang.
Itu juga sekaligus membentangkan tantangan dan kesukaran yang berbeda-beda. Maka tiada lain, yang diperlukan adalah kerja sama dan sama-sama bekerja menjadi kata sama dan sama-sama bekerja kunci sukses atau tidaknya seorang Gubernur menjalankan amanah masyarakat ini.
Sebagai administratur pemerintahan serta perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah (verlengstuk) tentu saja Guernur dan Wakil Gubernur memerlukan dukungan dan bantuan serta kerjasama dari semua aparatur. Bagaimana kita bersama-sama menjadi pelayan masyarakat (civil servant) memajukan daerah ini bersama-sama sesuai bidang tugas kebirokrasian pemerintah provinsi. Dukungan besar dan tak mungkin tidak yang dibutuhkan Gubernur bersama Wakil Gubernur adalah dukungan politis dari DPRD.
Begitu juga dukungan lembaga yudikatif untuk terciptanya daerah yang taat hukum. Hal yang sama juga tidak kalah penting untuk memintakan dukungan penuh para jajaran TNI/Polri. Cukup?
Belum!
Ada 19 Kabupaten/Kota, memiliki 12 Bupati, 12 Wakil Bupati, 12 DPRD Kabupaten, 7 Walikota, 7 Wakil Walikota dan 7 DPRD Kota. Ke-19 nya adalah para pemilik wilayah dan pemilik penduduk Sebab secara geografis, Kabupaten/Kota lah yang memiliki wilayah dan penduduk. Dukungan Kabupaten/Kota sangat penting bagi terlaksanakanya fungsi administrator pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakat Gubernur.
Pada tugas dan fungsi sebagai administratur pembangunan, Gubernur memerlukan dukungan dari dunia usaha, perbankan, para teknokrat, dan masyarakat. Bagaimana pembangunan dibuat bersamasama, direncanakan bersama-sama, dikerjakan bersama-sama dan diawasi bersama-sama. Omong kosong pembangunan bisa dilaksanakan kalau masyarakat tidak mau berpartisipasi, misalnya soal pembebasan lahan untuk pembangunan. Itu hanya bisa terujud kalau terdapat kesamaan pandangan dalam membuat perencanaan pembangunannya.
Sedangkan pada tugas dan fungsi sebagai administratur kemasyarakatan, maka pada bagian ini peran sentral para informal leader, tokoh masyarakat, ormas, orsos, ninik mamak, ulama, cerdik pandai, bundo kanduang, pemuda sangat penting. Masing-masing akan memainkan peranannya untuk pembangunan daerah. Maka yang diperlukan adalah bagaimana membuat tiap unsur berkontribusi bagi kebaikan daerah. Saya kira Buya Mahyeldi akan lebih sering bertemu berdiskusi tentang peran masing-masing pemangku kepentingan.
Yang tidak kalah penting adalah kekhasan Sumatera Barat yang memiliki apa yang dikenal sebagai ‘wilayah rantau’. Para perantau Minang selama ini sangat dikenal memiliki peranan besar dalam pembangunan di kampung halaman. Maka dukungan seperti itu tetap harus ada dan kita harap semakin besar. Saya kira buya Mahyeldi bersama Wakil Gubernur akan menyediakan waktu untuk senantiasa berkomunikasi dengan para perantau Minang dimanapun berada
Apakah Gubernur dan Wakil Gubernur cukup mendapat dukungan seperti itu saja?
Pernah buya mengatakan kepada saya: “Jangan biarkan kita berjalan sendiri dan melangkah ke arah yang keliru! Karena itu kita perlu sempritan dari pers”. Beliau berharap para wartawan teruslah menjalankan idealisme. Teruslah mengkritik jika perlu dikritik dan kabarkanlah kebaikan jika itu memang baik. Sepanjang pengetahuan saya, buya Mahyeldi tidak alergi dengan kritik, sepanjang 10 tahun ini di lingkungan Pemko Padang tiap hari banyak kritik pers. Tapi semua menjadi catatan saja untuk dijadikan bahan memperbaiki apa yang dikritik itu tanpa harus dilakukan bantah membantah dengan keras kecuali kalau memang tudingannya keliru.
Perjalanan panjang dan cukup berliku, Buya Mahyeldi dari Aie Pacah ke Jl Sudirman 51 rasanya cukup berarti untuk dijadikan bekal pengetahuan mengayuh biduk yang lebih besar ini. Pengalaman bersama-sama dengan staf Pemko Padang tentu akan menjadi pengalaman berharga untuk diujikan pada medan yang lebih besar dan lebih luas yakni Pemprov Sumatera Barat.
*Anggota PWI Sumbar