Padang,relasipublik – “Nagari Creative Hub (NCH)”, sebuah gagasan visioner yang digulirkan oleh pasangan Mahyeldi-Vasko, diyakini menjadi game changer dalam upaya mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat Sumatera Barat (Sumbar) lima tahun ke depan.
Lewat berbagai platform media, wacana tentang NCH terus bergema. Gagasan ini lahir dari rahim Kepala Daerah Sumbar terpilih, Mahyeldi-Vasko. Salah satu misi besarnya adalah mewujukan kemajuan Nagari dan Desa.
Namun, pertanyaan pentingnya adalah bagaimana menemukan benang merah antara gagasan NCH dengan potensi besar yang dimiliki masyarakat Sumbar?
Sebelum mengulas lebih jauh tentang NCH, ada baiknya untuk memetakan terlebih dahulu sejumlah potensi dan keunggulan yang selama ini menjadi kekuatan utama Ranah Minang, dan yang bisa menjadi simpul penting dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Pertama, keindahan alam dan kekayaan budaya. Provinsi Sumbar memiliki alam yang begitu eksotis, berpadu dengan keunikan budaya yang berbeda antara satu nagari dengan nagari lainnya. Silahkan googling soal destinasi wisata dan atraksi budaya, Sumbar itu paket lengkap. Mulai dari gunung, pantai, danau, hingga lembah nan elok, semua tersedia. Ditambah lagi, budaya Minang yang kaya adat dan tradisi menjadi daya tarik yang tiada duanya. Soal keindahan dan budaya, Sumbar tak kalah jika dibandingkan dengan daerah pariwisata lain di Indonesia, bahkan Bali sekalipun.
Potensi berikutnya adalah sektor pertanian. Secara geografis, daerah Sumbar memiliki karakteristik kontur tanah perbukitan yang subur. Berbagai hasil pertanian mudah diperoleh di negeri ini. Beberapa komoditas tanaman, seperti padi, jagung, kacang, kopi ataupun tanaman lainnya hampir merata bisa didapat dengan mudah di seluruh kabupaten/kota di Sumbar. Hal ini juga sejalan dengan program Swasembada Pangan pemerintah pusat.
Potensi lain yang tak kalah penting adalah kekayaan kuliner Minang yang sudah tidak perlu diragukan. Rendang, yang telah dinobatkan sebagai makanan terlezat dunia versi CNN International, hanyalah satu dari sekian banyak kekayaan gastronomi Sumbar. Dari Dendeng Balado, Sate Padang, hingga olahan-olahan khas lain, kuliner Minang menyimpan potensi ekonomi luar biasa, terlebih di tengah tren industri kuliner dan pariwisata berbasis pengalaman (experience tourism). Jika berkunjung ke Sumbar, lidah akan dimanjakan oleh aneka kuliner khas, yang hanya punya dua rasa: lamak dan lamak bana (enak dan enak sekali).
Tak berhenti di situ, sumber daya manusia (SDM) masyarakat Minang juga menjadi modal sosial yang luar biasa. Sebagai entitas yang memiliki jiwa entrepreneurship, jangan pernah ragukan kepiawaian masyarakat Minang dalam “manggaleh” (red: berdagang). Hal ini sejatinya telah menjadi DNA yang berurat berakar semenjak dahulunya dan terus mengalir dari generasi ke generasi. Belum lagi jaringan perantau Minang yang tersebar di seluruh Indonesia hingga luar negeri, ini akan menjadi kekuatan besar jika mampu diorganisir dan disinergikan dengan baik.
Melihat potensi-potensi tersebut, gagasan Nagari Creative Hub sebenarnya bisa menjadi simpul penting untuk mengembangkan dan mengelola semua keunggulan itu. Membangun NCH tidak cukup hanya dengan niat baik. Dibutuhkan langkah-langkah konkret yang terukur.
Menurut hemat penulis, sentuhan NCH harus kekinian dan intervensi pemerintah harus memiliki tolok ukur yang jelas dan terarah. Langkah kongkretnya adalah, pertama, temukan keunggulan di setiap Nagari. Apakah itu potensi di sektor kuliner, hasil pertanian, destinasi wisata, atraksi budaya ataupun kerajinan UKM. Setiap nagari memiliki kekuatan dan ciri khas masing-masing.
Kedua, membangun citra positif dan branding yang kuat. Produk dan potensi nagari harus dikemas dengan baik agar menarik minat pasar. Tidak cukup hanya bagus, tapi juga harus terlihat menarik dan siap bersaing. Tidak cukup hanya menjual “kopi nagari”, tetapi harus menjadi “Kopi Solok: Rasa Autentik dari Danau Kembar”. Tidak cukup hanya menjual “songket”, tetapi “Songket Silungkang: Warisan Budaya Bernilai Tinggi”. Branding ini penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk Sumbar di pasar internasional.
Ketiga, menemukan strategi pemasaran yang efektif dan berkelanjutan. Di era sekarang, transformasi digital adalah syarat wajib. Produk-produk nagari harus masuk ke dunia e-commerce, promosi lewat media sosial, dan memanfaatkan platform digital lainnya untuk memperluas pasar.
Untuk itu, masyarakat Sumbar patut berbangga sekaligus bersiap untuk berkolaborasi aktif dengan pemerintah daerah. NCH harus menjadi mesin dan energi baru bagi perekonomian nagari. Tentu saja dibutuhkan sinergitas berbagai pihak untuk mewujudkan gagasan brilian ini.
Barangkali kita lazim mendengar ungkapan, “Jangan Lagi Berikan Masyarakat Ikan, Tetapi Berikanlah Pancing”. Namun, menurut hemat penulis, NCH tidak hanya bicara soal pancing atau ikan, tetapi bagaimana hasil tangkapan itu bisa diolah, dikemas, dan dijual hingga ke pasar nasional bahkan internasional.
Contohnya, Ikan Bilih dari Danau Singkarak yang selama ini hanya dikonsumsi lokal, ke depan harus bisa menjadi produk olahan bernilai tinggi yang dikemas modern dan dipasarkan ke luar daerah. Atau kerajinan Songket Silungkang, jangan hanya dibeli saat perantau pulang kampung atau lebaran, tapi bisa menembus pasar fashion nasional, bahkan internasional. Tentunya dengan kualitas, harga, dan distribusi yang bersaing.
Namun, yang tak kalah penting untuk menjadi perhatian adalah bagaimana memastikan program ini berjalan berkelanjutan. Merancang sebuah program kreatif adalah satu hal, tetapi mempertahankannya agar terus hidup dan berkembang adalah tantangan tersendiri.
Jangan sampai latah. Misalnya, ketika seorang anak muda mendirikan usaha coffee shop, maka tiba-tiba coffee shop tumbuh di mana-mana bak jamur di musim hujan. Ketika satu coffee shop gulung tikar, maka tidak sedikit pula yang mengikutinya dan beralih pula ke usaha lain. NCH tidak boleh menjadi proyek sesaat yang berakhir tanpa hasil. Harus ada komitmen jangka panjang, pendampingan yang terus-menerus, dan kolaborasi erat antara masyarakat dan pemerintah. Semoga..*
Penulis : Ibnu Sectio Caisaria, Havina Mirsya ‘Afra