Jakarta,relasipublik —Sabtu pagi itu, suasana di lantai 6 Loby Ball Room Intercontinental terasa begitu khidmat. Cahaya matahari yang menyelinap masuk melalui jendela tinggi seolah menjadi saksi akan sebuah peristiwa yang penuh makna. Hari ini, bukan sekadar pertemuan dua insan, tetapi penyatuan dua keluarga dalam ikatan yang suci.
Di tengah keheningan, suara berat dan penuh getaran emosional dari Wakil Menteri BUMN, Dony Oskaria, terdengar jelas. Di hadapan penghulu dan para saksi, ia mengucapkan ijab kabul untuk melepas putri tercintanya, Puti Aulia, dengan Rafly Bhaiki.
“Aku nikahkan putri kandungku Puti Aulia Yushally dengan Rafli Baihaqi dengan maharnya dibayar tuuuunaiiiii,” ucapnya, setiap kata mengandung harapan, doa, dan kepercayaan seorang ayah kepada pria yang kini menjadi pelindung bagi putrinya.
Rafly, dengan penuh keyakinan, menjawabnya dengan lancar, mengikat janji yang akan dijaga sepanjang hayat. Prosesi sakral itu disaksikan Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan sebagai saksi pihak laki-laki dan pengusaha nasional Chairul Tanjung sebagai saksi pihak perempuan. Di deretan kursi VVIP, Menteri BUMN Erick Thohir, Wakil Ketua DPR RI Sumi Dasko, dan Staf Khusus Presiden Raffi Ahmad turut menyaksikan momen yang menggetarkan hati.
Tak ada mata yang kering ketika Puti Aulia, dengan suara lembut namun penuh keteguhan, meminta izin kepada kedua orang tuanya dan memohon doa restu. Keharuan menyelimuti ruangan, banyak hadirin yang menundukkan kepala, membathin dalam doa, mengingat kembali bagaimana perjalanan seorang anak perempuan dari masa kecilnya, hingga akhirnya hari ini ia berpindah tanggung jawab dari ayahnya kepada suaminya.
Adat Minangkabau memperkaya prosesi, menghadirkan nilai-nilai luhur yang telah diwariskan turun-temurun. Kata-kata sakral berbahasa Minang mengalun, meneguhkan bahwa pernikahan bukan sekadar menyatukan dua individu, tetapi juga membangun kekuatan keluarga dan masyarakat.
“Salamaik baminantu uda Dony Oskaria, semoga Rafly dan Aulia membangun rumah tangganya berlimpah restu dari uda dan uni untuk rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah,” ujar para tamu, penuh tulus dan harapan.
Hari itu, tak hanya dua hati yang bersatu, tetapi juga doa, restu, dan kebersamaan. Pernikahan ini bukan sekadar seremoni, melainkan perjalanan baru yang diiringi dengan keberkahan dan harapan. Sementara di luar, Jakarta tetap sibuk dengan hiruk-pikuknya, di dalam ballroom itu, waktu seolah melambat, memberi ruang bagi kehangatan dan kasih yang tak berbatas.
(***)