OpiniTERBARU

HUT ke-80 RI: Refleksi Keterbukaan Informasi

22
×

HUT ke-80 RI: Refleksi Keterbukaan Informasi

Sebarkan artikel ini

Oleh Musfi Yendra
Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat

Padang,relasipublik – 17 Agustus 2025, 80 tahun Kemerdekaan Indonesia bukan sekadar hitungan usia. Ini merupakan momentum refleksi sejarah panjang bangsa yang telah berjuang, bertahan, dan berkembang dari sebuah republik muda menjadi negara demokrasi besar dengan peran signifikan di kancah global. Kemerdekaan yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 lahir dari semangat kolektif rakyat untuk lepas dari penjajahan.

Dalam delapan dekade perjalanan, bangsa ini membuktikan ketangguhan menghadapi berbagai fase yaitu revolusi, pembangunan, reformasi, hingga era demokrasi digital. Sejarah itu menegaskan bahwa kemerdekaan bukanlah akhir, melainkan pintu awal bagi perjuangan berikutnya yakni bagaimana mengisi kebebasan dengan tata kelola yang adil, keterbukaan informasi, dan penguatan hak asasi warga negara.

Salah satu pijakan penting dalam perjalanan bangsa adalah pengakuan bahwa informasi merupakan hak asasi manusia. Konstitusi melalui Pasal 28F UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi guna mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya. Jaminan ini dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), yang menjadikan akses terhadap informasi sebagai bagian integral dari demokrasi.

Informasi adalah energi utama yang menggerakkan demokrasi, ekonomi, dan partisipasi publik di era globalisasi,. Tanpa informasi yang terbuka, masyarakat sulit mengawasi jalannya pemerintahan, menegakkan akuntabilitas, dan membangun kepercayaan pada negara.

Prinsip keterbukaan informasi juga menjadi salah satu elemen good governance. Pemerintahan yang baik tidak hanya diukur dari pembangunan fisik atau pertumbuhan ekonomi, tetapi dari sejauh mana negara dapat mewujudkan transparansi, akuntabilitas, partisipasi, efektivitas, dan supremasi hukum. 80 tahun kemerdekaan adalah pengingat bahwa demokrasi Indonesia harus semakin matang dengan memperkuat prinsip-prinsip tersebut.

Keterbukaan anggaran, pengawasan publik terhadap kebijakan, hingga transparansi pengelolaan sumber daya alam adalah langkah konkret membumikan good governance demi menghindari korupsi dan penyalahgunaan wewenang.

Selain itu, perjalanan otonomi daerah selama lebih dari dua dekade juga menjadi catatan penting. Reformasi 1998 melahirkan desentralisasi yang memberi ruang lebih besar bagi daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Otonomi daerah lahir sebagai jawaban atas sentralisasi kekuasaan yang terlalu lama menumpuk di pusat.

Kini, daerah memiliki kewenangan luas untuk mengelola pembangunan, pelayanan publik, dan pengelolaan sumber daya. Namun, otonomi juga menghadirkan tantangan baru yaitu ketimpangan antarwilayah, politik lokal yang masih sarat kepentingan, serta lemahnya integritas sebagian penyelenggara. Maka, implementasi keterbukaan informasi publik di tingkat daerah menjadi kunci untuk memastikan bahwa desentralisasi benar-benar menghadirkan kesejahteraan bagi rakyat, bukan sekadar memindahkan ruang kekuasaan dari pusat ke daerah.

Implementasi keterbukaan informasi publik dalam 80 tahun perjalanan bangsa masih menghadapi dinamika. Banyak badan publik, baik di pusat maupun daerah, yang belum sepenuhnya konsisten melaksanakan kewajiban memberikan informasi. Budaya birokrasi yang masih tertutup, minimnya pemahaman aparatur tentang hak publik, dan resistensi terhadap transparansi sering menjadi penghalang.

Padahal, jika keterbukaan informasi dijalankan dengan sungguh-sungguh, manfaatnya luar biasa diantaranya meningkatkan kepercayaan publik, memperkuat partisipasi masyarakat, serta memperbaiki kualitas kebijakan. Ke depan, digitalisasi pelayanan informasi melalui portal keterbukaan, sistem pengaduan daring, dan integrasi data publik harus terus diperluas, agar hak warga negara terhadap informasi tidak hanya berhenti sebagai norma hukum, melainkan menjadi praktik nyata.

Tantangan global semakin kompleks dan harus dihadapi secara serius. Perkembangan teknologi digital, geopolitik yang dinamis, perubahan iklim, serta persaingan ekonomi global menuntut Indonesia untuk adaptif dan inovatif. Dunia saat ini bergerak dalam logika keterbukaan, kolaborasi, dan persaingan data.

Negara yang gagal mengelola informasi dan transparansi akan tertinggal dalam percaturan global. Isu-isu utama seperti keamanan siber, hoaks, disinformasi, hingga perang informasi menjadi ujian baru bagi demokrasi. Indonesia harus mampu membangun literasi digital bagi warganya sekaligus memastikan bahwa keterbukaan informasi tidak dimanfaatkan untuk kepentingan destruktif.

Memaknai 80 tahun kemerdekaan berarti juga melihat ke depan, tentang Indonesia Emas 2045. Pada satu abad kemerdekaan, bangsa ini menargetkan menjadi negara maju dengan ekonomi terbesar ke-4 di dunia. Visi tersebut tidak hanya bergantung pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pada kualitas tata kelola, partisipasi publik, dan keterbukaan informasi.

Generasi muda sebagai pewaris bangsa harus dididik dalam budaya transparansi, integritas, dan inovasi. Mereka perlu memahami bahwa kemerdekaan adalah amanah untuk terus memperjuangkan keadilan sosial, kesetaraan informasi, dan keberlanjutan pembangunan.

80 tahun kemerdekaan Indonesia harus kita maknai sebagai kesempatan untuk memperkuat fondasi bangsa. Sejarah telah memberi pelajaran bahwa kebebasan tanpa tanggung jawab hanya melahirkan krisis. Maka, keterbukaan informasi sebagai hak asasi warga negara harus dijaga, good governance harus diperkuat, otonomi daerah harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan tantangan global harus dihadapi dengan cerdas.

Semua ini menjadi jalan menuju Indonesia Emas 2045, sebuah cita-cita besar untuk menjadikan republik ini bukan hanya besar secara wilayah dan jumlah penduduk, tetapi juga maju, demokratis, adil, dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *