TERBARU

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025

20
×

Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025

Sebarkan artikel ini

Sumbar,relasipublik – Pemerintah Indonesia, yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, telah menginisiasi kebijakan efisiensi anggaran pada tahun 2025 melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Langkah strategis ini bertujuan untuk menghemat pengeluaran negara sebesar Rp306,695 triliun, dengan fokus pada pengurangan anggaran di kementerian dan lembaga, transfer daerah, serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan ini tidak bersifat sewenang-wenang; ini merupakan respons terhadap kondisi fiskal yang menantang, sebagaimana data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa belanja aktual pemerintah pusat dan daerah pada tahun 2023 tidak optimal, masing-masing hanya mencapai 74% dan 64%. Selain itu, defisit anggaran negara untuk tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp616,2 triliun, setara dengan 2,53% dari PDB. Inisiatif efisiensi ini dianggap sebagai strategi proaktif untuk mencegah defisit memburuk dan menjaga stabilitas keuangan negara di tengah ketidakpastian ekonomi global. Secara hukum, kebijakan ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menekankan prinsip-prinsip keteraturan, efisiensi, ekonomi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk mengarahkan implementasi efisiensi, memastikan bahwa tidak hanya pengeluaran dikurangi, tetapi setiap rupiah yang dikeluarkan menghasilkan hasil pembangunan yang optimal.

Namun, niat mulia efisiensi anggaran berhadapan dengan dampak yang cukup rumit dan menimbulkan situasi yang sulit. Studi yang dilakukan oleh Dewa Ayu Made Dyana Putri (2025) mengungkapkan bahwa pemotongan anggaran di sektor pendidikan berpotensi membatasi akses pendidikan bagi masyarakat kurang mampu secara signifikan. Program beasiswa strategis seperti KIP-Kuliah, Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI), Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADIK), dan Beasiswa Kemitraan Negara Berkembang (KNB) terancam pengurangan alokasi, yang dapat menghambat mobilitas sosial siswa dari keluarga berpenghasilan rendah dan daerah terpencil. Lebih lanjut, pemotongan dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) dan Bantuan Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (BPPTNBH) berisiko memicu kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin memberatkan mahasiswa dari kalangan menengah ke bawah dan berpotensi meningkatkan angka putus sekolah di tingkat perguruan tinggi. Tidak hanya itu, kesejahteraan tenaga pendidik juga terancam dimana pemotongan tunjangan dosen non-PNS berpotensi menciptakan kesenjangan yang lebar dengan dosen PNS, memicu penurunan motivasi mengajar, dan pada akhirnya berdampak pada kualitas pembelajaran secara keseluruhan. Padahal, pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi pembangunan sumber daya manusia yang unggul, dan pengurangan anggaran yang tidak tepat sasaran justru dapat memperlebar kesenjangan kualitas pendidikan antardaerah serta mengurangi daya saing bangsa di kancah global.

Di sektor kesehatan, efisiensi anggaran berpotensi mengurangi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang memadai, terutama di daerah terpencil yang selama ini sudah mengalami kesulitan dalam penyediaan fasilitas kesehatan dasar. Penurunan kesejahteraan tenaga kesehatan di daerah tertinggal berpotensi memicu migrasi tenaga medis ke kota-kota besar, memperparah ketimpangan distribusi tenaga kesehatan, dan membatasi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan berkualitas. Dalam situasi dimana pandemi global masih menjadi ancaman dan sistem kesehatan nasional memerlukan penguatan berkelanjutan, pemotongan anggaran kesehatan justru dapat memperburuk ketahanan kesehatan masyarakat dan menghambat pemulihan ekonomi nasional.

Bersumber dari jurnal yang dikemukakan oleh Michael Hans dan Ferry Prasetyia (2025) memberikan perspektif empiris yang lebih dalam dengan menganalisis data 34 provinsi di Indonesia periode 2017–2022 dan menemukan bahwa proses pembangunan ekonomi justru mengarah pada divergensi dengan tingkat 12,05% per tahun, artinya kesenjangan antardaerah semakin melebar dan daerah tertinggal tidak mampu mengejar ketertinggalan dari daerah maju.

Temuan ini mengkonfirmasi kekhawatiran bahwa pembangunan Indonesia masih timpang, dan kebijakan efisiensi tanpa strategi yang tepat justru berisiko memperburuk kondisi ini.
Yang menarik dari penelitian Hans dan Prasetyia adalah temuan terdiferensiasi mengenai dampak efisiensi belanja pemerintah. Efisiensi belanja pendidikan terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dimana setiap kenaikan 1% skor efisiensi belanja pendidikan dapat meningkatkan PDRB hingga 4.776,01%, mengindikasikan bahwa investasi di sektor pendidikan yang dikelola secara efisien mampu menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi yang powerful. Sebaliknya, efisiensi belanja ekonomi justru berdampak negatif, yang mencerminkan belum optimalnya pemanfaatan anggaran infrastruktur dan tingginya biaya logistik Indonesia yang mencapai 24% dari PDB, jauh di atas negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia (13%), Filipina (13%), dan Vietnam (20%). Temuan ini menggarisbawahi bahwa efisiensi saja tidak cukup, melainkan diperlukan efisiensi yang tepat sasaran, terutama di sektor-sektor produktif seperti pendidikan dan kesehatan yang terbukti mendorong pertumbuhan inklusif. Kontroversi kebijakan efisiensi anggaran juga memicu inisiatif lain yang tidak kalah polemis, yaitu Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba yang mengizinkan perguruan tinggi mengelola tambang. Kebijakan ini diklaim sebagai solusi pendanaan alternatif bagi kampus di tengah tekanan efisiensi, namun menimbulkan kekhawatiran mendalam akan tergesernya fokus utama perguruan tinggi dari akademik dan penelitian ke aktivitas bisnis yang berorientasi profit.

Potensi konflik kepentingan, ancaman terhadap integritas akademik, dan bergesernya misi pendidikan menjadi komersialisasi sumber daya alam menjadi sorotan utama berbagai kalangan.

Kebijakan efisiensi anggaran 2025 pada dasarnya mencerminkan dilema klasik yang dihadapi pemerintah, yakni bagaimana cara menyeimbangkan antara penghematan fiskal jangka pendek dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat jangka panjang. Di satu sisi, efisiensi diperlukan untuk menjaga keberlanjutan fiskal dan stabilitas makroekonomi, sementara di sisi lain, pemotongan anggaran yang tidak tepat sasaran justru dapat memperlebar kesenjangan, menurunkan kualitas layanan publik, dan menghambat konvergensi ekonomi regional seperti yang terlihat dalam sumber yang ditemukan.
Pada akhirnya, untuk mencapai efisiensi anggaran pada tahun 2025 merupakan suatu kebijakan yang dianggap esensial di tengah lanskap fiskal yang menantang; namun, pelaksanaannya harus dilakukan dengan hati-hati, terencana, dan adil secara sosial. Penghematan tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan masa depan generasi muda melalui pengabaian pendidikan atau mengancam kesehatan publik, karena kedua sektor ini merupakan fondasi kritis dalam mengembangkan modal manusia Indonesia yang unggul dan kompetitif. Seperti yang ditekankan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, pengelolaan keuangan negara harus adil, transparan, dan akuntabel, bukan hanya berfokus pada efisiensi numerik. Hanya melalui pendekatan holistik, inklusif, dan komprehensif yang berpusat pada pengembangan manusia, kebijakan efisiensi anggaran dapat berkembang dari alat penghematan fiskal sederhana menjadi alat strategis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat yang adil di seluruh Indonesia.

Referensi :
Hans, Michael , and Ferry Prasetyia. “View of Efficiency of Government Expednitures and Their Effects on Inter-Regional Convergence: A Case Study of Indonesia.” Ub.ac.id, JDESS, 4 Jan. 2025, jdess.ub.ac.id/index.php/jdess/article/view/478/268. Accessed 5 Oct. 2025.
Putri, Dewa Ayu Made Dyana . “Welcome to Zscaler Directory Authentication.” Pubmedia.id, Publishing, 31 Mar. 2025, journal.pubmedia.id/index.php/lawjustice/article/view/3829/3553. Accessed 5 Oct. 2025.
S1 Ekonomi. “EFISIENSI ANGGARAN 2025: KEBIJAKAN PRABOWO DAN DAMPAKNYA TERHADAP PNS SERTA EKONOMI NASIONAL.” Ekonomi, Feb. 2025, ekonomi.feb.unesa.ac.id/post/efisiensi-anggaran-2025-kebijakan-prabowo-dan-dampaknya-terhadap-pns-serta-ekonomi-nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *