Kabupaten Tanah Datar

Sejuta Rupiah di Balik Sekolah Negeri: Transparansi yang Hilang di SMAN 1 Salimpaung

19
×

Sejuta Rupiah di Balik Sekolah Negeri: Transparansi yang Hilang di SMAN 1 Salimpaung

Sebarkan artikel ini

sumbar.relasipublik.com // Tanah Datar

SMAN 1 Salimpaung kini menjadi cermin buram dari persoalan lama yang belum juga sembuh di dunia pendidikan: ketertutupan pengelolaan dana publik. Dugaan pungutan sebesar Rp1 juta per siswa memantik kritik tajam, bukan hanya karena nominalnya, tetapi karena kabut transparansi yang menyelimutinya.

Padahal, setiap siswa di sekolah negeri sudah menerima dana BOS sekitar Rp1,2 juta per tahun. Dengan lebih dari 560 siswa, aliran dana mencapai ratusan juta rupiah. Lalu mengapa orang tua masih dibebani pungutan? Pertanyaan itu menggema di kalangan wali murid yang merasa tidak pernah benar-benar dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Seorang wali murid menuturkan bahwa rapat komite sekolah hanya formalitas. “Kami datang bukan untuk bermusyawarah, tapi untuk mendengar keputusan yang sudah dibuat,” ujarnya kecewa.

Pihak sekolah berdalih pungutan disepakati bersama. Namun regulasi jelas: Permendikbud No. 75 Tahun 2016 menegaskan bahwa komite sekolah tidak berwenang menetapkan pungutan wajib. Sumbangan hanya sah jika bersifat sukarela tanpa nominal dan tanpa paksaan.

Ironinya, laporan penggunaan dana BOS di sekolah tersebut jarang dipublikasikan. Upaya konfirmasi terkait rincian anggaran pun kerap ditolak dengan alasan “data internal”. Padahal, prinsip akuntabilitas publik menuntut setiap lembaga pendidikan negeri terbuka kepada masyarakat.

Menurut pengamat pendidikan, persoalan di Salimpaung bukan sekadar soal uang sejuta per siswa, melainkan soal nilai. “Ketika transparansi hilang, kejujuran ikut terkikis. Sekolah seharusnya jadi tempat menanam integritas, bukan menormalisasi praktik abu-abu atas nama musyawarah,” ujarnya.

Kasus ini kini tengah mendapat perhatian dari sejumlah pihak yang mendorong audit khusus oleh Dinas Pendidikan dan Inspektorat Tanah Datar. Jika terbukti ada pelanggaran, hal ini bisa menjadi momentum pembenahan menyeluruh atas mekanisme pengawasan dana pendidikan.

Pendidikan publik tidak boleh menjadi ruang gelap yang menakutkan bagi orang tua, melainkan ruang terang tempat nilai kejujuran tumbuh. Karena di balik setiap lembar uang pendidikan, ada amanah moral yang lebih besar: membentuk manusia yang jujur — bukan sekadar pintar menghitung angka(d13)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *