Jakarta,relasipublik — Anggota Komisi VI DPR RI, Hj. Nevi Zuairina, menyampaikan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah yang melarang impor barang bekas atau praktik thrifting.
Ia menilai langkah yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya itu merupakan upaya untuk melindungi industri tekstil dan pakaian jadi (TPT) nasional yang selama beberapa waktu terakhir menghadapi tekanan berat di tengah gempuran produk murah impor.
Menurut Politisi PKS ini, industri TPT memiliki peran strategis karena menyerap jutaan tenaga kerja dan menjadi salah satu penopang ekspor nasional.
“Data Kemenperin menunjukkan subsektor tekstil tumbuh 5,90 persen dan pakaian jadi 2,64 persen pada kuartal I 2024. Artinya, industri ini masih punya potensi besar untuk tumbuh jika mendapat perlindungan dan dukungan kebijakan yang tepat,” ujar legislator asal Sumatera Barat II itu.
Namun, ia mengingatkan bahwa maraknya impor barang bekas telah menggerus daya saing produk dalam negeri. Barang thrifting yang dijual murah di pasar-pasar rakyat menjadi substitusi langsung bagi produk lokal, sehingga menekan permintaan terhadap hasil produksi pabrikan domestik.
“Banyak produsen garmen kecil sampai rumah tangga yang kehilangan pesanan, bahkan terancam gulung tikar karena serbuan pakaian bekas impor,” jelas Nevi.
Lebih lanjut, Nevi menilai kebijakan pelarangan thrifting tidak boleh berdiri sendiri. Pemerintah harus menjadikannya bagian dari paket kebijakan besar untuk revitalisasi industri TPT nasional.
“Larangan impor penting, tetapi juga harus diiringi penguatan daya saing industri, peningkatan efisiensi produksi, dan inovasi produk. Industri tekstil harus masuk ke era manufaktur 4.0 agar tidak kalah bersaing,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya kebijakan transisi bagi pedagang kecil yang selama ini menggantungkan hidup pada perdagangan barang bekas.
“Pemerintah harus hadir dengan program pelatihan, pembiayaan, atau dukungan untuk mereka agar bisa beralih ke produksi atau pengelolaan tekstil lokal,” tambah Nevi.
Nevi mengingatkan pula agar pengawasan terhadap jalur impor ilegal diperkuat melalui koordinasi antar-kementerian dan lembaga, termasuk Bea Cukai, Kemendag, dan Kemenperin. Ia menekankan bahwa kebijakan ini akan efektif jika disertai dengan ekosistem industri sirkular, di mana barang bekas dalam negeri dapat dikelola dan diolah ulang menjadi produk bernilai tambah.
“Larangan thrifting bisa menjadi momentum untuk menata kembali industri tekstil nasional. Tapi jangan sampai kebijakan ini memunculkan efek samping sosial dan ekonomi bagi masyarakat kecil. Perlindungan industri harus berjalan seiring dengan keberpihakan kepada rakyat,” tutup Nevi Zuairina.












