Opini

Gerakan Sosial Anti Hoaks Sebagai Upaya Membangun Literasi Digital Di Masyarakat

24
×

Gerakan Sosial Anti Hoaks Sebagai Upaya Membangun Literasi Digital Di Masyarakat

Sebarkan artikel ini

Oleh: Vivi Desrianti Putri

Program Studi: Ilmu Politik Universitas Andalas

 

Perkembangan teknologi saat ini merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari, karena kemajuan teknologi di era modern saat ini akan terus berlanjut seiring dengan perkembangan zaman dan arus globalisasi. Hampir seluruh aktivitas manusia saat ini bergantung dengan teknologi. Salah satu wujud nyata dari kemajuan teknologi tersebut adalah hadirnya internet yang membawa transformasi signifikan dalam cara manusia berkomunikasi. Teknologi komunikasi dirancang untuk mempermudah manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari serta mengakses berbagai informasi. Dengan semakin berkembangnya kemajuan teknologi, masyarakat kini dapat memperoleh informasi secara lebih cepat dan mudah melalui jaringan internet. Seiring dengan hadirnya jaringan internet, media sosial juga mengalami kemajuan yang signifikan dari waktu ke waktu. Arus informasi mengalir begitu deras tanpa batas ruang dan waktu. Media sosial, portal berita daring, hingga aplikasi pesan instan telah menjadi sumber utama masyarakat dalam memperoleh informasi.

Melalui platform digital tersebut, masyarakat dari berbagai lapisan dapat dengan mudah mengakses serta membagikan informasi kepada publik secara cepat dan luas. Berdasarkan fungsinya, media digital pada dasarnya dapat memberikan dampak positif, terutama dalam memperoleh pengetahuan dan berita terkini, jika digunakan secara bijak. Namun, pada kenyataannya media digital terutama media sosial seringkali disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan informasi hoaxs atau berita palsu.

Penyebaran berita hoaxs di media sosial saat ini telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, hingga menimbulkan keresahan di masyarakat. Informasi palsu yang disebarkan pada umumnya tidak sesuai dengan fakta, bahkan seringkali bersifat rekayasa atau dilebih-lebihkan oleh pihak yang membuatnya. Berdasarkan data dari kementerian komunikasi dan digital (Komdigi), tercatat sebanyak 1.923 konten hoaxs tersebar di Indonesia sepanjang tahun 2024. Dari data yang di dapatkan sejak 1 Januari hingga 31 Desember 2024 tersebut, menunjukkan bahwa penyebaran informasi palsu masih menjadi tantangan serius di era digital.
Dari berbagai kategori yang teridentifikasi, hoaxs tentang penipuan menjadi yang paling dominan dengan 890 konten, diikuti oleh hoaxs tentang politik sebanyak 237 konten, dan hoaxs tentang pemerintahan sejumlah 214 konten. Selain itu, data juga menunjukkan adanya hoaxs seputar kesehatan sebanyak 163 konten, hoaxs kebencanaan 145 konten, hoaxs internasional dan pencemaran nama baik masing-masing 50 konten, hoaxs perdagangan 35 konten, dan hoaxs kejahatan berjumlah 33 konten.

Kategori yang jarang ditemukan mencakup hoaxs keagamaan dan pendidikan, yang masing-masing tercatat 8 konten, serta hoaxs terkait mitos dengan 6 konten. Diluar kategori tersebut, Komdigi juga mencatat adanya 84 konten hoaxs lainnya yang tidak masuk dalam klasifikasi utama. Data ini memperlihatkan bahwa hoaxs masih menyebar secara luas di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Kondisi inilah yang melahirkan gerakan sosial anti hoaxs sebagai bentuk kepedulian bersama untuk membangun literasi digital di masyarakat.

Gerakan sosial anti hoaxs tidak hanya sekedar kampanye untuk menolak berita palsu, tetapi juga merupakan bentuk pendidikan masyarakat agar lebih kritis, selektif, dan bertanggung jawab dalam bermedia. Masyarakat perlu dibekali kemampuan dalam literasi digital yang mencakup pemahaman cara memverifikasi informasi, mengenali sumber informasi yang kredibel, serta menghindari penyebaran informasi yang belum terbukti kebenarannya. Dalam hal ini, gerakan anti hoaxs berperan penting dalam menumbuhkan budaya berpikir rasional di tengah arus informasi. Berbagai komunitas dan lembaga, baik dari pemerintah maupun masyarakat sipil telah aktif melaksanakan kampanye anti hoaxs, seperti program literasi digital yang diinisiasi oleh kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo) bersama relawan TIK diberbagai daerah. Kemudian komunitas seperti Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia) turut berkontribusi dalam memerangi hoaxs melalui pelatihan, diskusi publik, dan platform pengecekan fakta untuk membantu masyarakat memverifikasi berita yang mencurigakan. Selain itu, Mafindo juga menjalankan program nasional “Siberkreasi: Gerakan Nasional Literasi Digital” yang berfokus pada edukasi masyarakat mengenai keamanan digital, etika bermedia, serta kemampuan berpikir kritis terhadap informasi online di media.

Dalam implementasinya, gerakan sosial anti hoaxs ini tidak akan efektif tanpa partisipasi aktif masyarakat. Karena setiap individu harus memiliki kesadaran untuk memverifikasi informasi sebelum membagikannya. Sikap tidak peduli terhadap informasi yang provokatif atau tidak jelas sumbernya perlu dibudayakan. Selain itu, dalam pendidikan formal dan nonformal perlu di masukkan aspek literasi digital sebagai bagian dari kurikulum pembelajaran agar generasi muda dapat tumbuh sebagai pengguna media yang cerdas dan bijak. Melalui gerakan sosial anti hoaxs, selain berupaya mengurangi penyebaran berita palsu, kita juga harus membangun masyarakat yang melek digital dan berintegritas. Karena sejatinya, dunia digital merupakan ruang yang sehat untuk bertukar ide, dan gagasan, bukan sebagai tempat penyebaran kebohongan. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, media, akademisi, dan masyarakat harus terus diperkuat demi terciptanya ekosistem informasi yang terpercaya. Hingga pada akhirnya, melawan berita hoaxs bukan hanya tugas segelintir oraang, tetapi tanggung jawab sosial seluruh lapisan masyarakat untuk menghadapi tantangan kemajuan teknologi.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *