OpiniTERBARU

GEMPAR di Padang, Ketika Warga Menjadi Garda Terdepan Pencegahan Kebakaran

31
×

GEMPAR di Padang, Ketika Warga Menjadi Garda Terdepan Pencegahan Kebakaran

Sebarkan artikel ini

Oleh : Habibi Islami

Mahasiswa Ilmu Politik Fisip Unand

Kota Padang merupakan salah satu kota besar di Sumatera Barat yang memiliki tingkat risiko tinggi terhadap bencana kebakaran. Banyaknya permukiman padat penduduk, jalur listrik yang semrawut, hingga aktivitas ekonomi yang beragam menjadikan kebakaran sebagai ancaman nyata dalam kehidupan sehari-hari. Namun, tidak semua warga memiliki kesadaran dan kesiapan untuk menghadapi bahaya ini. Dari kondisi itulah muncul sebuah inisiatif warga yang kreatif dan inspiratif, yaitu Gerakan Masyarakat Punya APAR (GEMPAR).

GEMPAR bukan sekadar kampanye agar masyarakat memiliki alat pemadam api ringan (APAR), tetapi sebuah gerakan nyata yang mengajak warga untuk bersama-sama peduli terhadap keselamatan lingkungan. Gerakan ini memperlihatkan perubahan cara pandang masyarakat, dari yang semula menunggu tindakan pemerintah, menjadi gerakan mandiri, di mana warga berperan langsung melindungi diri dan lingkungannya dari ancaman kebakaran. GEMPAR menunjukkan bahwa kepedulian dan gotong royong bisa menjadi kekuatan besar dalam menciptakan keamanan bersama.

Salah satu hal yang membuat GEMPAR menarik adalah bagaimana gerakan ini tumbuh dari bawah, tanpa menunggu instruksi dari pihak berwenang. Semuanya dimulai dari kesadaran bahwa kebakaran dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, sementara kehadiran petugas pemadam kebakaran sering kali memerlukan waktu. Karena itu, masyarakat berinisiatif menyediakan APAR di rumah-rumah, gang, hingga fasilitas umum.

Gerakan ini tidak hanya berfokus pada pembelian alat, tetapi juga pada proses penggalangan dana dan pendidikan bersama. Banyak warga yang ikut berpartisipasi melalui sumbangan kecil, urunan, hingga kerja sama dengan pihak swasta. Cara sederhana seperti ini menunjukkan bahwa keterbatasan ekonomi bukan penghalang untuk bergerak. Bahkan, APAR yang semula dianggap barang mahal dan hanya dimiliki gedung besar, kini bisa menjadi milik bersama di tingkat lingkungan.
Selain itu, GEMPAR juga melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaannya. Warga bekerja sama dengan petugas pemadam kebakaran, BPBD, kepala lingkungan, dan tokoh masyarakat untuk mengadakan pelatihan penggunaan APAR. Dengan begitu, setiap orang tidak hanya memiliki alat, tetapi juga tahu cara menggunakannya dengan benar. Ini menjadikan APAR bukan sekadar benda mati, tetapi alat hidup yang bisa menyelamatkan nyawa dan harta benda saat keadaan darurat.

Kekuatan utama GEMPAR bukan terletak pada alat yang mereka sebarkan, melainkan pada kesadaran sosial yang tumbuh di baliknya. Melalui gerakan ini, warga belajar bahwa keselamatan bukan hanya urusan pribadi, tetapi juga tanggung jawab bersama. Ketika seseorang membeli APAR, ia tidak hanya melindungi rumahnya sendiri, melainkan juga membantu melindungi lingkungan di sekitarnya.

Gerakan ini juga mengubah cara masyarakat memandang kebakaran. Jika dulu kebakaran dianggap sebagai musibah yang tidak bisa dihindari, kini banyak warga mulai memahami bahwa bencana bisa dicegah dengan kesiapsiagaan. Sikap pasif digantikan oleh tindakan nyata. Gotong royong menjadi dasar utama: warga saling mengingatkan, saling membantu dalam pengadaan APAR, bahkan membuat jadwal pengecekan bersama agar alat tersebut selalu dalam kondisi siap pakai.
Yang menarik, semangat ini tidak datang dari paksaan, melainkan dari dorongan moral. Masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk melindungi sesama. Membeli APAR, mengikuti pelatihan, dan ikut menjaga keamanan lingkungan dianggap sebagai bentuk kepedulian terhadap tetangga. Aksi sederhana ini menjadi simbol solidaritas dan bukti nyata bahwa masyarakat bisa berbuat banyak tanpa harus menunggu bantuan dari luar.

Tidak bisa dipungkiri bahwa keterbatasan pemerintah dalam menjangkau seluruh wilayah menjadi salah satu alasan munculnya GEMPAR. Petugas pemadam kebakaran hanya bisa bertindak setelah api muncul, sementara warga di lapangan adalah pihak pertama yang berhadapan langsung dengan bahaya. Dari sinilah masyarakat menyadari bahwa mereka tidak bisa terus bergantung pada pihak lain. Mereka harus memiliki kemampuan untuk bertindak cepat sebelum api membesar.

Namun, yang menarik dari GEMPAR adalah pendekatannya yang tidak menentang pemerintah, melainkan melengkapi. Warga tetap bekerja sama dengan pihak berwenang, baik dalam bentuk pelatihan, sosialisasi, maupun izin kegiatan. Kolaborasi ini membentuk pola hubungan baru antara masyarakat dan pemerintah, di mana warga menjadi mitra aktif, bukan sekadar penerima kebijakan. Melalui GEMPAR, masyarakat memperlihatkan bahwa inisiatif lokal dapat menjadi solusi efektif dalam mengatasi masalah publik.

Keberhasilan gerakan ini bahkan berpotensi memengaruhi kebijakan ke depan. Jika gerakan seperti ini terus berkembang, bukan tidak mungkin pemerintah daerah menjadikannya program resmi dengan dukungan anggaran dan regulasi yang lebih kuat. GEMPAR dapat menjadi contoh bagaimana ide sederhana dari warga bisa tumbuh menjadi gerakan besar yang berdampak luas bagi keselamatan kota.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *