Opini

Ketika Humor Menjadi Bahasa Perlawanan di Dunia Digital

24
×

Ketika Humor Menjadi Bahasa Perlawanan di Dunia Digital

Sebarkan artikel ini

Oleh : Rehan

Di tengah suasana politik yang terasa berat dan melelahkan, humor muncul sebagai gerakan baru bagi masyarakat untuk menyampaikan kritik. Media sosial memberi ruang luas bagi orang untuk berpendapat tanpa harus bicara langsung atau menyusun argumen yang rumit. Meme, video pendek, dan komentar satir menjadi cara cepat untuk menanggapi berbagai peristiwa politik yang muncul setiap hari.

Fenomena ini tidak hadir begitu saja. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang memilih mengekspresikan kekecewaan melalui humor daripada kemarahan. Humor dipandang lebih aman, terutama ketika kritik terbuka berisiko dipermasalahkan. Sebuah riset di Universitas Negeri Padang pada tahun 2024 yang meneliti komunikasi politik di TikTok menjelang Pemilu 2024 menemukan bahwa lebih dari 70% konten politik yang beredar menggunakan humor sebagai pendekatan utama.

Dalam praktiknya, humor itu banyak muncul dalam bentuk meme politik, potongan video, dan parodi yang dengan cepat menyebar di lini masa. Temuan ini menunjukkan bahwa generasi muda mulai mengubah cara publik memahami isu politik, dari forum formal menjadi budaya meme yang dekat dengan keseharian mereka.

Kekuatan meme dan humor terletak pada kemampuannya menyederhanakan isu yang rumit. Satu gambar dengan teks singkat sering kali lebih mudah dipahami dibandingkan tulisan panjang. Orang tertawa lebih dulu, lalu pelan-pelan menyadari kritik yang tersimpan di balik lelucon itu. Bentuk humor seperti ini mengurangi jarak antara masyarakat dan penguasa, membuat isu yang sebelumnya terasa kaku menjadi lebih mudah diikuti. Tanpa organisasi resmi, ribuan pengguna bisa menghidupkan kembali pembicaraan soal suatu kebijakan hanya dengan membagikan satu meme yang dianggap tepat sasaran.

Dalam kacamata gerakan sosial, pola ini menunjukkan bahwa aksi kolektif tidak selalu hadir dalam bentuk demonstrasi di jalan. Produksi dan penyebaran meme politik yang dilakukan banyak orang secara berulang dapat dilihat sebagai bentuk partisipasi dan tekanan simbolik terhadap kekuasaan, meskipun dibungkus suasana yang tampak santai. Orang mungkin hanya merasa sedang berbagi humor, tetapi secara tidak langsung ikut memperkuat pesan kritik yang sama.

Bagian yang sering menimbulkan masalah bukan pada humornya, melainkan pada reaksi pihak yang merasa disindir. Ada kreator yang pernah menghadapi tekanan karena lelucon mereka dianggap melampaui batas. Situasi seperti ini menunjukkan bahwa batas kenyamanan di ruang digital masih berubah-ubah. Meski begitu, masyarakat tetap mencari cara untuk menyampaikan pendapat ketika jalur diskusi formal terasa sempit.

Humor membuat politik terasa lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ia mungkin tidak langsung menyelesaikan persoalan, tetapi mampu mengingatkan penguasa bahwa masyarakat masih memperhatikan. Ketika kebijakan atau perilaku pejabat dijadikan bahan lelucon, itu bukan sekadar hiburan saja tetapi ada pesan yang ingin disampaikan, dan di dunia digital pesan semacam ini dapat menyebar jauh lebih cepat dibandingkan protes konvensional.
Pada akhirnya, humor menjadi salah satu cara masyarakat bertahan dan berbicara. Ia memungkinkan kritik tanpa harus berkonfrontasi secara langsung, dan memberi ruang bagi publik yang lelah dengan drama politik untuk tetap bersuara. Di era digital seperti ini suara itu sering lahir dari sesuatu yang terlihat sederhana, tetapi justru efektif seperti meme dan humor yang cerdas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *