Padang,relasipublik – Senja telah merunduk rendah di langit Sumatera ketika tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih tegak, menuntaskan hari panjang di lokasi bencana. Di tengah hujatan yang menyebut BNPB “tak berguna”, kisah kerja tanpa lelah ini justru memperlihatkan wajah lain dari pelayanan publik di garis depan.
Di akun Instagram @lee_agustina, seorang relawan mengunggah cerita tentang rutinitas tim tanggap darurat yang tak pulang berhari-hari demi menangani berbagai bencana alam, dari longsor di Cilacap hingga erupsi Gunung Semeru, dan banjir serta tanah longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat.
“Kadang tanpa listrik, tanpa sinyal, jauh dari keluarga, berhari-hari bahkan berminggu-minggu,” ujar Lee dalam unggahannya, menyingkap realita keras yang harus dihadapi tim di lapangan. Meski tubuh lelah, semangat mereka terus membara untuk memperbaiki tanggul, membuka akses jalan, dan mengirimkan bantuan kepada masyarakat terdampak.
Di balik layar kerja keras itu, kritik pedas bermunculan dengan cepat di media sosial. Hujatan seperti “nggak berguna BNPB” atau ajakan untuk “bubarin aja BNPB” sempat membuat beberapa relawan terhenyak. Namun, mereka memilih menanggapi kritik dengan komitmen kerja nyata di lapangan.
Saat matahari terbit di posko darurat, anggota tim kembali berkumpul, saling menguatkan satu sama lain untuk memulai hari baru. Mereka tidur seadanya di posko, gudang logistik, atau bahkan di bawah langit malam yang dingin, demi memastikan bantuan berjalan terus tanpa jeda.
Keterbatasan fasilitas, medan yang berat, serta kondisi tak bersahabat tak membuat mereka mundur. Partisipasi mereka mencakup dapur umum, distribusi logistik, serta posko bantuan yang menjadi pusat kegiatan kemanusiaan di tengah kehancuran.
Namun kisah ini bukan sekadar tentang kerja fisik yang berat. Banyak di antara mereka yang terus memikirkan keluarga di kampung halaman yang juga terdampak bencana. Kekhawatiran ini turut membalut setiap langkah mereka di lapangan, menciptakan campuran antara dedikasi dan kecemasan pribadi.
Ada yang jatuh sakit karena kelelahan, sementara beberapa lainnya harus kembali lebih dulu karena menerima kabar duka tentang orang tua yang berpulang. Meski demikian, solidaritas di antara tim membuat mereka tetap teguh menjalankan tugas kemanusiaan.
Lee, perwakilan relawan yang juga merupakan saksi kerja tim BNPB, menyampaikan permohonan maaf jika masih banyak kekurangan dalam penanganan bencana. Ia menegaskan bahwa seluruh elemen BNPB telah bekerja semampu dan sekuat tenaga demi membantu masyarakat terdampak.
Di tengah derasnya kritik dan harapan yang bertumpuk, satu hal tetap jelas: tim tanggap darurat BNPB terus bekerja tanpa henti, menunjukkan bahwa di balik setiap hujatan ada kerja keras yang tak terlihat — kerja yang berbicara lebih keras daripada kata-kata di dunia maya. (*)












