sumbar.relasipublik.com // Tanah Datar
Tanpa baliho, tanpa protokoler, dan tanpa agenda resmi, reuni dadakan alumni SMP Negeri 1 Sungayang tamatan 1995 justru menghadirkan makna pertemuan yang paling jujur: pulang sebagai kawan.
Bertempat di rumah Iqbal, Jorong 4 Sungayang, pertemuan spontan itu menjelma menjadi ruang silaturahmi lintas profesi, lintas cerita hidup, dengan satu pengikat yang sama—kenangan masa sekolah dan aroma durian yang merekatkan.
Alumni yang hadir datang dengan latar belakang yang beragam. Ada yang kini berkiprah sebagai dosen sekaligus Tenaga Ahli (TA) Bupati Tanah Datar, ada saudagar yang baru kembali dari rantau, tenaga medis, anggota Polri, jurnalis, Hairstylist, Teknisi Listrik, hingga mereka yang dikenal dengan gaya hidup modern dan profesional.
Namun pada malam itu, semua titel diletakkan sejenak; yang tersisa hanya sapaan akrab dan tawa lama yang tak pernah benar-benar usang.
Reuni ini menjadi potret kecil perjalanan waktu. Mereka yang dahulu duduk sebangku di ruang kelas sederhana, kini telah menapaki jalan hidup masing-masing—sebagian dengan jabatan, sebagian dengan usaha, sebagian dengan pengabdian. Namun, pertemuan tersebut menunjukkan satu hal penting: keberhasilan tidak selalu perlu dirayakan dengan kemewahan, cukup dengan kebersamaan yang tulus.
Iqbal, selaku tuan rumah, menyambut para sahabat lamanya dengan sederhana. Tanpa susunan acara, obrolan mengalir alami—dari cerita guru yang galak namun dirindukan, kisah nakal masa remaja, hingga refleksi tentang hidup, keluarga, dan kampung halaman. Durian yang disantap bersama menjadi simbol kehangatan: kuat aromanya, namun manis rasanya jika dinikmati bersama.
Di tengah suasana santai itu, terselip pesan yang lebih dalam. Reuni dadakan ini bukan sekadar temu kangen, melainkan pengingat bahwa akar sosial dan emosional seseorang sering kali tertanam kuat di masa sekolah dan lingkungan tempat tumbuh. Sungayang bukan hanya titik asal, tetapi juga ruang pulang.
Pertemuan sederhana di Jorong 4 itu menegaskan satu nilai humanis: sejauh apa pun seseorang melangkah, persahabatan lama tetap menemukan jalannya untuk bertemu—kadang tanpa rencana, namun selalu dengan makna(d13)












