Berita UtamaNasional

Anak Menangis, Rumah Tenggelam: Rizky dan Luka Banjir Aceh Tamiang

22
×

Anak Menangis, Rumah Tenggelam: Rizky dan Luka Banjir Aceh Tamiang

Sebarkan artikel ini

Tamiang,relasipublik – Rizky masih terdiam di teras rumahnya di Benua Raja, Aceh Tamiang. Pandangannya kosong, seolah banjir itu belum benar-benar pergi. Lumpur memang mulai mengering, tetapi ingatan tentang air yang naik perlahan masih melekat kuat di kepalanya.

Peristiwa itu terjadi Rabu siang, 25 November. Saat itu, air mulai memasuki badan jalan. Posisi jalan yang lebih rendah dari rumah membuat arus cepat merangsek ke permukiman.

“Awalnya air masuk jalan dulu. Karena jalan lebih rendah dari rumah,” ujar Rizky mengenang.

Tak lama kemudian, air terus meninggi. Rizky dan keluarganya memutuskan keluar rumah. Evakuasi dilakukan terburu-buru, hanya menyelamatkan diri. Malam itu, mereka mengungsi ke sebuah masjid di kawasan Benua Raja.

“Rumah sudah nggak kelihatan lagi malam itu,” katanya lirih.

Pada awalnya, banjir belum sepenuhnya menenggelamkan rumah. Ketinggian air masih sebatas betis. Namun kondisi berubah drastis keesokan harinya. Kamis, air terus naik tanpa henti.

“Mulai hari Rabu itu, hujan nggak berhenti sampai empat hari,” ujarnya.

Puncaknya terjadi Jumat. Air hampir menutup seluruh bangunan rumah. Yang tersisa hanya pucuk atap seng.

“Sekarang tinggal pucuknya aja. Kampung itu habis kena semua,” kata Rizky.

Ia mengaku pernah mengalami banjir sebelumnya, termasuk pada 2022 dan banjir bandang 2006. Namun, menurutnya, banjir kali ini adalah yang terbesar sepanjang hidupnya.

“Kalau yang dulu, air cuma sampai pinggang. Ini paling parah,” tegasnya.

Menariknya, Rizky tidak tinggal tepat di bantaran sungai. Rumahnya berada agak jauh. Namun, alur pembuangan air dari permukiman menuju sungai justru menjadi jalur masuk air ketika sungai meluap.

“Sungainya sudah memuap, air masuk ke alur itu. Dari situlah air masuk ke rumah,” jelasnya.

Setelah lebih dari 30 hari berlalu, Rizky dan keluarganya mulai kembali menempati rumah. Meski belum sepenuhnya layak, mereka tak punya banyak pilihan.

“Alhamdulillah sudah bisa masuk rumah lagi,” ujarnya.

Namun, kondisi di dalam rumah jauh dari normal. Perabotan rusak, kasur hanyut, dan lumpur masih menyisakan bau. Anak-anak kerap menangis, terutama bayi mereka yang baru berusia lima bulan.

“Pulang-pulang anak-anak nangis. Kasur sudah habis,” ucap Rizky.

Soal bantuan, Rizky mengakui pemerintah dan relawan telah turun ke lokasi. Distribusi bantuan masih berjalan, meski belum sepenuhnya merata.

“Sekarang sudah banyak yang turun, pemerintah, relawan, semuanya,” katanya.

Rizky berharap, ke depan penanganan banjir bisa lebih optimal. Ia tidak ingin peristiwa serupa terus berulang dan menghantui warga.

“Harapannya hidup lebih baik. Jangan sampai masyarakat kena banjir lagi,” tuturnya.

Banjir Aceh Tamiang memang mulai surut. Namun bagi Rizky dan ratusan warga lainnya, luka akibat air dan lumpur itu belum sepenuhnya kering. Mereka masih berjuang, perlahan bangkit, sambil berharap bencana serupa tak kembali datang. (***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *