Opini

Akan Dihilangkan Hak Anak Cucu Kami yang Lahir Sesudah Ini?

48
×

Akan Dihilangkan Hak Anak Cucu Kami yang Lahir Sesudah Ini?

Sebarkan artikel ini

Oleh : St. Syahril Amga, SH. MH

Daerah memiliki corak dan kekhasan hukum adatnya masing- masing. Hukum adat merupakan aturan hidup dalam masyarakat setempat. Bahkan hukum adat itu walaupun tidak diakui oleh negara akan tetap eksis. Salah satu dari 19 lingkaran hukum adat di lndonesia adalah hukum adat Minangkabau.

Hal itu ditegaskan St. Syahril Amga Dt.Rajo lndo, S.H ,M.H, dalam menjawab pertanyaan relaspublik.com di Batusangkar Kota Budaya, Kamis (15/5-2025)

Corak hukum adat Minangkabau berbeda dengan 18 hukum adat lainnya. Hukum adat Minangkabau dikenal memakai hukum ibu karena itu setiap anak yang lahir memakai suku ibunya. Setiap anak dari ibu itu punya hak atas tanah Ulayat Kaumnya. Begitu juga atas tanah Ulayat yang lainnya.

Adapun menurut hukum adat Minangkabau ada 4 (empat) kelompoknya :
1. Ulayat Kaum yang juga disebut sebagai harta pusako Tinggi atau harta Tuo atau harta urang Tuo. Tanah ini dikuasai dan dijaga oleh Tungganai yang secara nasional menurut Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 217 tgl 12 Desember 1970 Tungganai itu disebut dengan Mamak Kepala Waris (MKW). Kendati yang menjaga dan menguasai MKW namun hasilnya diperioritas kan bagi Kaum lbu/Bundo Kanduang di Minangkabau
2.Tanah Ulayat Suku yang kesemua anak pasukuan berhak atas tanah Ulayat itu. Tanah tersebut dijaga dan dipelihara oleh Datuak kapalo Suku. Hasilnya diperuntukan bagi seluruh Panghulu Pasukuan yang sebelumnya jumlah hasil tanah itu secara terbuka diumumkan kepada anggota Pasukuan dan setiap anggota Pasukuan juga diberikan untuk menikmatinya, walaupun ala kadarnya.
3. Tanah Ulayat Nagari, yang kesemua anak Nagari ber-Hak atas hasil tanah itu, namun yang memelihara dan menjaga tanah Ulayat Nagari itu adalah Datuak dan Panghulu dalam Nagari. Hasilnya sebelum dipergunakan oleh Datuak dan Panghulu Nagari terlebih dahulu diumumkan oleh Datuak-Datusk dalam Nagari. Yang sebagian dari hasil itu dapat dinikmati anak Nagari sebagaimana hasil pasar serikat “C” Batusangkar
4.Tanah Ulayat Rajo dikuasai oleh Rajo. Namun yang memelihara dan menjaga tanah Ulayat Rajo tersebut adalah pembesar pembesar kerajaan. Hasilnya dipergunakan untuk kesejahteraan warga kerajaan.

Ke- 4 tanah Ulayat itu didalam hukum adat Minangkabau tidak ada disebutkan, tanah ulayat itu miliki si “A” atau dimiliki si “B”. Melainkan yang diberikan oleh hukum adat Minangkabau hanya Hak menguasai, hak menggarab dan hak menikmati hasil dari tanah Ulayat itu. Sebab tanah Ulayat itu tanah “Tuo” atau tanah orang Tuo yang hakikatnya menurut hukum bukan milik kita dewasa ini, melainkan kita hanya sebagai pemelihara dan penjaga agar “Jalan jangan di alieh urang lalu, cupak indak di papek urang manggale”

Karena itu tentang status tanah Ulayat “Lah tarang nan bak Bulan, lah siang nan bak hari, lah ba-Suluah Matohari, lah bagalanggang Mato urang banyak, bahwa tanah Ulayat itu adalah tanah orang Tuo. Maka tanah Ulayat itu tidak dapat dibagi-bagi apalagi disertifikatkan sebagai salah satu anak janjang atau anak tangga untuk bisa dipindah tangankan kepada pihak lain.

Dalam bahasa hukum dapat dilakukan perbuatan hukum atas tanah Ulayat tersebut. Yang pada masanya, berpindah Hak anak cucu orang Minangkabau yang ber-Hak menurut hukum adat itu kepada pihak lain. Jika itu terjadi maka hilanglah Hak anak-anak Minangkabau yang lahir setelah tanah Ulayat itu bersertifikat.

Begitu antara lain tanggapan St. Syahril Amga .Dt.Rajo lndo, S.H, M.H atas sosialisasi dan pengadministrasian serta pendaftaran tanah Ulayat.

“Pengadministrasi oke-oke saja namun tentang pendaftaran yang berkonotasi akan Pensertifikatkan yang akan membuat hilangnya Hak anak cucu kami pikirkan dulu” tegas pengamat hukum adat Minangkabau itu (d13)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *