JAKARTA,RELASIPUBLIK- Anggota Komisi VI DPR RI, Hj. Nevi Zuairina menanggapi telah disahkannya perjanjian perdagangan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) dengan ditandatangani oleh Menteri Ekonomi/Perdagangan, agar ratifikasi ini dapat menguntungkan Indonesia.
Nevi mengatakan, perjanjian internasional ini telah di setujui oleh 15 negara dimana 10 negara dari Asean termasuk Indonesia. Perjanjian yang telah di tandatangani pada 15 November 2020 lalu, merupakan perjanjian yang sangat lengkap dan komprehensif dengan ketebalan 14.367 halaman.
“Komitmen masing-masing anggota RCEP diantaranya terkait akses pasar Barang, Jasa, Investasi, dan Pergerakan Manusia (Goods, Services, Investment dan Movement of Natural Persons/MNP). Perjanjian ini jangan sampai berdampak buruk pada pelaku usaha dalam negeri terutama pelaku usaha UMKM”, tutur Nevi.
Politisi PKS ini memberi peringatan, agar setiap Perjanjian dagang internasional, jangan sampai negara kita hanya menjadi obyek pasar saja. Dengan adanya perjanjian internasional seperti ini, dapat berdampak pada arus barang yang masuk dari luar negeri. Kondidi ini akan menimbulkan persaingan yang sangat ketat bagi pelaku UMKM dalam negeri.
“Saya minta, Pemerintah harus menyiapkan regulasi serta program peningkatan kapasitas UMKM, agar para pelaku UMKM dalam negeri bisa unggul di negeri sendiri”, tegasnya.
Nevi merujuk, bahwa telah diketahui Pada tahun 2019, Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengkaji dampak RCEP bagi perekonomian Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa dampak RCEP terhadap peningkatan produk domestik bruto (PDB) Indonesia selama periode 2021 – 2032 hanya 0,05%, jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang akan didapatkan oleh negara RCEP lainnya, seperti Vietnam 0,66%, Korea 0,51%, Malaysia 0,35% dan Thailand 0,21%. Namun, tidak ada pilihan bagi Indonesia selain tetap bergabung di RCEP dan melakukan upaya penyesuaian struktural untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing, karena berdasarkan kajian Kementerian Keuangan apabila Indonesia memilih untuk berada di luar RCEP dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) menjadi -0,07%.
“Saya mendorong kepada pemerintah, agar ada peningkatan laju PDB dari hanya 0,05% agar tidak terlalu timpang dibanding negara RCEP lainnya. Perlu ada Instrumen kebijakan yang tepat untuk menjadi regulasi yang dapat di eksekusi agar perjanjian internasional ini selalu dapat menguntungkan negara kita”, tutup Nevi Zuairina.(A-416)