Penulis: Armawelly (Mahasiswa Hukum) dan Faisal Efendi (Ketua Prodi Hukum STAI Balaiselasa YPPTI, Pesisir Selatan, Sumatera Barat)
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak saat ini tengah dilaksanakan di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pilkada merupakan bagian dari demokrasi, sebuah sistem pemilihan yang sudah menjadi landasan politik di Indonesia.
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang lahir dari rakyat untuk rakyat. Kata “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani, yakni demos (rakyat) dan kratos (kekuasaan), yang berarti “kekuasaan rakyat.” Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh filsuf ternama, Plato, sekitar abad ke-5 SM di Yunani. Plato berpendapat bahwa rakyat harus memiliki kesempatan untuk memimpin, bukan hanya kalangan bangsawan atau keturunan mereka.
Tujuan demokrasi adalah untuk mencegah kekuasaan yang buruk dan mencapai cita-cita sila ke-5 Pancasila, yaitu “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”
Sejak awal kemerdekaan, para tokoh bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan Muhammad Yamin telah merancang berbagai sistem yang dianggap sesuai bagi Indonesia. Setelah mendalami kondisi bangsa, Mohammad Hatta mengusulkan demokrasi sebagai sistem pemilihan yang tepat untuk rakyat Indonesia.
Pemilihan umum pertama di Indonesia diadakan sekitar 10 tahun setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu pada 29 September 1955. Pemilu 1955 berlangsung dalam dua tahap: pertama untuk memilih anggota DPR pada 29 September 1955, dan kedua untuk memilih anggota Konstituante pada 15 Desember 1955. Sejak saat itu, Indonesia menganut sistem demokrasi yang awalnya diperkenalkan oleh Plato dan tetap berlangsung hingga kini.
Pada 14 Februari 2024, pemilihan umum telah kembali dilaksanakan, yang terdiri dari lima jenis pemilihan: Presiden dan Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten. Tujuan dari pemilihan ini adalah memilih pemimpin dan perwakilan rakyat.
Selanjutnya, pada 27 November 2024 mendatang, Pilkada serentak akan kembali diadakan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, serta bupati dan wakil bupati.
Politik memainkan peran penting dalam menegakkan demokrasi, dengan tujuan mencapai kesejahteraan bagi rakyat. Hal ini merupakan bentuk pesta demokrasi, atau pesta rakyat itu sendiri.
Namun, saat ini banyak masyarakat yang salah dalam memaknai demokrasi. Mereka seringkali hanya melihat “uang” dari politisi melalui praktik “serangan fajar.” Jika praktik ini terus berlangsung, Indonesia bisa saja dipimpin oleh pemimpin-pemimpin yang hanya mementingkan “Bank Saku.” Untuk mencegah hal ini, akademisi sebaiknya memberikan edukasi dan pemahaman yang konkret mengenai demokrasi yang adil.
Terkadang, Pemilu maupun Pilkada justru menjadi ajang perpecahan di masyarakat, terutama di kalangan yang memiliki SDM (Sumber Daya Manusia) yang rendah. Oleh karena itu, bukan hanya KPU dan Bawaslu yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan edukasi, tetapi seluruh elemen masyarakat agar sila ke-3 Pancasila dapat diwujudkan sebagai dasar negara dan falsafah hidup.