Oleh: NOVRIANTO. SP
Ketua Forum Wartawan Parlemen Sumatera Barat (FWP-SB)
Pesta akbar Demokrasi Indonesia tahun 2024 sudah mulai berjalan, tahapan demi tahapan saat ini sedang berlanjut, dari verifikasi partai sampai pada verifikasi calon perorangan (DPD RI).
Banyak kalangan meminta agar tidak ada black campaign (Kampanye hitam), negatif campaign (kampanye jelek) dan money Politik (politik uang).
Dalam 3 hal diatas, untuk memonitor black campaign dan negatif campaign sebenarnya amat mudah, namun untuk point money politik tentu amat sulit untuk melihatnya, karena dilakukan secara tersembunyi dengan mendatangi orang per orang atau kelompok masyarakat tertentu.
Banyak masyarakat menilai, jika saat berkampanye calon legislatif atau kepala daerah memberikan uang atau bantuan lain pada masyarakat atau kelompok masyarakat masuk kategori money politik, padahal itu penilaian yang salah.
Setiap yang diberikan saat para kandidat bertemu masyarakat atau kelompok masyarakat, merupakan cost atau pengeluaran anggaran politik, tapi bukan merupakan money politik, karena artian dari pemberian bantuan tidak satu, melainkan banyak sesuai dengan person masing-masing, berbeda dengan black atau negatif campaign akan diartikan sama oleh setiap orang.
Cost politik memang tidak bisa dihindari, karena itu wajib harus dikeluarkan, seperti pembuatan spanduk, iklan, pariwara, transportasi dan lainnya, karena itu maka tidak semua cost politik merupakan money politik.
Ketika kandidat turun dan membantu berbagai kepentingan masyarakat, seperti pembangunan rumah ibadah, kegiatan pemuda, kesenian dan lainnya, ini menurut saya bukan money politik tapi masuk cost politik.
Demikian juga halnya dengan pemberian yang transportasi dan serta konsumsi pada masyarakat atau perorangan, merupakan cost politik dan wajib ada, karena siapapun masyarakatnya tentu ketika akan datang kesebuah acara, memenuhi undangan baik menyangkut campanye atau lainnya, tentu mengeluarkan uang transportasi dan lainnya, ini tentunya harus mendapatkan penggantian, sehingga tidak ada upatan dari mereka, sehingga tidak bisa dikatakan money politik.
Penggantian uang transportasi dan bantuan lain yang diberikan para kandidat belum tentu akan membuat masyarakat memilihnya, karena tidak ada kewajiban dan tekanan bagi si penerima bantuan transportasi atau lainnya untuk memilih kandidat tersebut.
Lalu, kapan cost politik bisa dikatakan money politik, jika uang atau dalam bentuk lainnya diberikan pada masyarakat dengan sebuah perjanjian tertulis akan memilih kandidat, maka itu menjadi money politik dan wajib ditindak.
Contoh, ketika team pemenangan atau langsung candidat datang pada seseorang atau kelompok masyarakat, mengatakan “kami bantu kelompok ini, dengan syarat memilih saya” bukti pernyataan dan bantuan ada, maka kategori money politik sudah ada, akan lebih kuat lagi jika pernyataan tersebut dibuat secara tertulis anatara pemberi dan penerima.
Jika tujuannya jelas memberi untuk menekan atau merayu agar memilih candidat, maka masuk kategori money politik, namun tidak ada perjanjian mengikat apalagi membantu karena niat, itu hanya bagian cost politik, bukan money politik.
Untuk menghilangkan money politik, masyarakat harus mempersiapkan bukti-bukti, dengan rekaman baik suara atau video, lebih baik lagi jika ada bukti penerimaan, yang di dalamnya meminta agar si penerima memlih calon atau si pemberi.
Intinya, bukan semua cost politik adalah money politik, tetap ada cost politik yang merupakan money politik, maka kita semua harus cerdas dan cermat dalam memberantas money politik, dengan mempersiapkan segala bukti, termasuk saksi-saksi, sehingga pesta demokrasi berjalan lancar tan hoax dan fitnah.(***)