Kabupaten Tanah Datar

Diva Aurel Bersinar di Sabudaya: Ketika Panggung Cindua Mato Jadi Ruang Pulang Bagi Seniman Muda Tanah Datar

9
×

Diva Aurel Bersinar di Sabudaya: Ketika Panggung Cindua Mato Jadi Ruang Pulang Bagi Seniman Muda Tanah Datar

Sebarkan artikel ini

sumbar.relasipublik.com // Tanah Datar

Malam di Lapangan Cindua Mato tak sekadar dipenuhi cahaya lampu dan dentuman musik, tetapi juga oleh rasa bangga dan haru yang menyatu dalam irama budaya. Ribuan warga Tanah Datar tumpah ruah menyaksikan penampilan Diva Aurel, penyanyi muda asal Rambatan yang berhasil memukau penonton lewat lagu “Tabola Bale”. pada Sabtu(1/11)

Namun di balik sorak-sorai dan tepuk tangan, penampilan Diva Aurel di panggung “Sabudaya: Satu Ranah Budaya” punya makna lebih dalam. Ia bukan hanya tampil sebagai bintang hiburan malam itu, tetapi sebagai simbol dari lahirnya generasi baru pelestari seni Minangkabau.

Kegiatan yang digelar Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Sumatera Barat ini sejak sore telah menjadi arena pertemuan lintas usia dan lintas ekspresi. Anak-anak menari di antara permainan rakyat, para seniman tradisi memperagakan silek dan musik talempong, sementara kelompok muda berkreasi dalam gaya pertunjukan kontemporer. Semua berpadu dalam satu semangat: menjaga agar budaya tak sekadar dikenang, tapi terus hidup.

“Sabudaya ini bukan hanya tentang pertunjukan, tapi tentang menyatukan kita kembali pada akar,” ujar salah satu panitia kegiatan dengan mata berbinar memandang kerumunan penonton yang tak beranjak hingga tengah malam.

Bintang tamu lainnya, grup musik Talempong Jaguank, turut memperkuat suasana dengan hentakan ritmis yang menggugah kebanggaan kolektif akan bunyi-bunyi tradisi.

Menariknya, semua penampilan disajikan secara gratis—sebuah bentuk apresiasi kepada masyarakat sekaligus ajakan agar siapa pun dapat menikmati dan merasa memiliki warisan budaya Minangkabau.

Malam itu, Diva Aurel menutup penampilannya dengan pesan sederhana namun kuat: “Saya bangga jadi anak Tanah Datar. Semoga semakin banyak anak muda yang mau berdiri di panggung budaya ini.”

Dan di antara riuh tepuk tangan, terasa bahwa panggung Cindua Mato bukan sekadar tempat hiburan—melainkan ruang pulang, tempat di mana generasi muda kembali menemukan siapa dirinya dalam suara, tari, dan kisah tanah kelahirannya(d13)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *