Padang,relasipublik – Kritik terhadap gaya kunjungan Wali Kota Padang, Fadly Amran, ke Pantai Padang baru-baru ini dinilai tak proporsional dan cenderung melebar dari esensi. Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Padang, Argi Putra Finalo, merespons tudingan pencitraan terhadap Wali Kota dengan ajakan untuk melihat kepemimpinan dari perspektif yang lebih utuh dan berimbang.
“Mestinya kita bersyukur memiliki kepala daerah yang memilih hadir langsung di tengah masyarakat, bahkan di hari libur. Apa yang salah dari itu? Haruskah setiap niat baik selalu dicurigai dan dibingkai secara negatif?” ujar Argi saat dimintai keterangan, Senin (7/4/2025).
*Soal Batik, Ajudan, dan Mobil Dinas: Mari Dewasakan Perspektif*
Argi menyayangkan bagaimana aspek-aspek teknis seperti pakaian batik, pendamping ajudan, dan kendaraan dinas dijadikan landasan untuk menyerang integritas pemimpin daerah.
“Mari kita dewasa dalam menilai. Seorang kepala daerah tetap membawa tanggung jawab publik ke mana pun ia pergi. Batik adalah simbol kesopanan, ajudan adalah standar pengamanan, dan kendaraan dinas adalah bagian dari protokol. Itu bukan simbol pencitraan, melainkan tanggung jawab,” jelasnya.
*Jangan Bungkam Gerakan Nyata dengan Narasi Cemas*
Ia juga mengingatkan bahwa terlalu seringnya memelintir langkah nyata pemimpin dengan narasi “pencitraan” justru dapat membahayakan iklim demokrasi lokal. Menurut Argi, sikap sinis yang berlebihan bisa menciptakan kebekuan sosial, di mana setiap niat baik dianggap sebagai strategi politik semata.
“Kita harus hati-hati. Jika pemimpin yang turun ke masyarakat disalahpahami sebagai ‘berpura-pura,’ maka kita justru sedang mengasingkan rakyat dari pemimpinnya. Ini berbahaya. Apalagi bila dilakukan oleh pihak yang seharusnya ikut mempererat kepercayaan publik,” ucapnya.
*Mengajak untuk Fokus pada Substansi, Bukan Sensasi*
Alih-alih memperdebatkan gaya kunjungan, Argi mengajak semua pihak, khususnya para pemangku kepentingan di legislatif, untuk duduk bersama menyelesaikan isu-isu nyata di Kota Padang.
“Kita ini diamanahkan rakyat, bukan untuk mengomentari busana, tapi menyelesaikan persoalan banjir, pengangguran, pendidikan, dan UMKM. Mari kita bertemu di meja solusi, bukan di panggung opini,” tegasnya.
*Penutup: Kritik Itu Perlu, Tapi Harus Berkelas*
Argi mengakhiri pernyataannya dengan ajakan untuk tetap menjaga tradisi kritik yang sehat dan bermartabat.
“Kritik adalah vitamin bagi demokrasi, tapi ia harus disampaikan dengan nalar, bukan prasangka. Kalau seorang wali kota saja tak boleh turun ke pantai tanpa dicurigai, lantas pemimpin seperti apa yang kita harapkan?” tutupnya.