Opini

Gerakan Sosial Anti Kekerasan Seksual: Dinamika Kesadaran Publik dan Implikasi Kebijakan dalam Mendorong Perubahan Sosial

24
×

Gerakan Sosial Anti Kekerasan Seksual: Dinamika Kesadaran Publik dan Implikasi Kebijakan dalam Mendorong Perubahan Sosial

Sebarkan artikel ini

Oleh: Vioni Anandra

Mahasiswa Fisip Unand

Kekerasan seksual adalah masalah serius yang dapat mengancam keamanan, martabat, dan hak asasi manusia, terutama bagi perempuan dan kelompok yang rentan. Di Indonesia, sejumlah gerakan sosial yang menentang kekerasan seksual telah dibentuk untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, memperjuangkan perlindungan bagi korban, dan mendorong kebijakan yang lebih efektif. Artikel ini akan mengulas bagaimana gerakan sosial tersebut berperan dalam perubahan sosial dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan mendorong respons kebijakan yang lebih fokus pada keadilan dan perlindungan bagi korban.
Kesadaran masyarakat mengenai kekerasan seksual merupakan dasar utama untuk mendorong perubahan sosial. Penelitian mengungkapkan bahwa gerakan sosial berbasis komunitas, khususnya di lingkungan perguruan tinggi, memainkan peranan penting dalam mereformasi pandangan masyarakat yang selama ini mungkin menganggap kekerasan ini sebagai hal yang biasa atau meremehkan masalah tersebut. Misalnya, gerakan mahasiswa yang membentuk organisasi otonom seperti FIB UI Anti Kekerasan Seksual menunjukkan upaya bersama untuk menciptakan ruang yang aman dan budaya kampus yang menolak kekerasan seksual melalui pendidikan yang kritis dan rasa solidaritas. Pemimpin gerakan ini mengorganisir aksi konkret yang mendesak institusi untuk bertanggung jawab dan menyusun mekanisme perlindungan bagi korban yang berkelanjutan.

Selain peranan gerakan masyarakat, kesadaran umum juga dipengaruhi oleh kampanye pendidikan yang memanfaatkan berbagai platfrom, termasuk media sosial, sebagai tempat untuk advokasi dan penyebaran informasi. Penelitian mengenai Women’s March Jakarta menunjukkan bagaimana kampanye menentang kekerasan seksual dirancang dengan cermat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan serta menolak kekerasan melalui aksi solidaritas dan media digital. Strategi ini tidak hanya meningkatkan kejelasan mengenai masalah, tetapi juga membuka jalan untuk terjadinya dialog dan keterlibatan masyarakat yang lebih luas, sehingga menciptakan dorongan kolektif bagi pengambil keputusan.

Sebagai cerminan dari peningkatan kesadaran publik, kebijakan pemerintah mengalami perubahan yang signifikan dalam usaha pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Salah satu contohnya adalah diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang mengatur tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di lingkungan pendidikan tinggi, serta pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada tahun 2022, yang memperkuat dasar hukum untuk perlindungan terhadap korban. Gerakan sosial yang dilakukan oleh mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil berperan penting dalam memastikan bahwa pelaksanaan kebijakan ini tidak hanya menjadi catatan tertulis, tetapi juga dapat diterapkan secara efektif.
Namun, dinamika ini tidak selalu berjalan dengan lancar.

Ketidakberfungsian dan kekosongan dari mekanisme perlindungan resmi, seperti ketidakterlibatan Satgas PPKS di sejumlah perguruan tinggi, menjadi tantangan besar. Ini menunjukkan bahwa pembuatan kebijakan harus disertai dengan komitmen dari institusi dan kemampuan yang cukup untuk pelaksanaan serta penilaian yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, gerakan sosial harus berperan sebagai pengawas dan penguat untuk memastikan kebijakan dapat berfungsi dengan baik sebagai alat untuk perubahan.

Gerakan sosial yang menentang kekerasan seksual juga berperan dalam perubahan norma dalam masyarakat. Menghapus kekerasan seksual bukan sekadar menegakkan hukum, tetapi juga mengubah budaya yang mendasari perilaku dan sikap masyarakat. Melalui pendekatan pendidikan, diskusi, dan keterlibatan komunitas, gerakan ini menantang normalisasi kekerasan yang tersembunyi dalam budaya patriarki serta struktur sosial yang tidak seimbang. Kajian lintas disiplin menegaskan pentingnya peningkatan pemahaman mengenai gender dan hak asasi manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dalam strategi gerakan sosial ini agar dapat mengatasi akar masalah secara menyeluruh.

Lebih lanjut, gerakan sosial memiliki peran penting dalam menciptakan solidaritas yang bersifat inklusif dan horizontal. Solidaritas ini tidak hanya merupakan perasaan empati, tetapi juga merupakan sebuah proses kolektif yang melibatkan berbagai pihak dari beragam latar belakang, seperti korban kekerasan seksual, mahasiswa, akademisi, organisasi non-pemerintah, dan pengambil kebijakan. Keterlibatan banyak pihak ini membuat gerakan sosial berfungsi sebagai ruang belajar yang dinamis sekaligus aliansi strategis yang kokoh dalam memberikan dukungan kepada korban dan memperkuat kampanye melawan kekerasan seksual.

Dengan mengedepankan nilai-nilai yang inklusif, akomodatif, dan terbuka, solidaritas ini dapat menghasilkan rasa keadilan sosial yang lebih dari sekedar penanganan kasus individu, menjadikan penolakan terhadap kekerasan seksual sebagai suatu perjuangan bersama yang menuntut pemutusan sistem ketidakadilan yang sudah ada.

Kondisi ini menegaskan bahwa solidaritas dalam gerakan sosial bukan sekadar bentuk dukungan emosional, melainkan sebuah upaya kolektif yang membawa perubahan, yang juga berkontribusi pada pembentukan budaya dan norma sosial baru yang menolak segala bentuk kekerasan, serta memperjuangkan penghormatan terhadap hak asasi manusia secara luas dan berkelanjutan. Dari perspektif akademis, penelitian mengenai gerakan sosial yang melawan kekerasan seksual menunjukkan bahwa efektivitas aktivitas ini sangat dipengaruhi oleh dasar penelitian, penguatan teori sosial, dan praktik sesuai konteks. Aktivisme yang berlandaskan pada pemahaman teoritis dan data nyata dapat membantu merumuskan strategi yang lebih tepat sasaran, serta menangani kompleksitas isu kekerasan seksual secara menyeluruh. Salah satu aspek penting adalah melibatkan laki-laki sebagai mitra dalam gerakan ini. Pendekatan ini berusaha untuk menantang maskulinitas yang merusak, yang selama ini menjadi salah satu akar budaya patriarki dan penyebab terjadinya kekerasan seksual. Peran laki-laki bukan hanya sebagai pendukung yang pasif, tetapi juga secara aktif berkontribusi dalam menunjukkan sikap menghormati perempuan, mengkaji norma-norma sosial yang mendukung kekerasan, serta mempercepat proses normalisasi budaya anti kekerasan. Dengan demikian, gerakan sosial ini memperkaya dimensi perjuangannya, tidak hanya terfokus pada perlindungan para korban, tetapi juga mendorong perubahan perilaku dan sikap masyarakat secara menyeluruh untuk menuju budaya yang lebih inklusif, menghormati, dan menghargai kesetaraan gender.

Secara keseluruhan, gerakan sosial yang menentang kekerasan seksual di Indonesia memiliki peranan yang sangat vital dalam mempromosikan perubahan sosial yang berarti. Jalur utama dari perjuangan gerakan ini terbagi menjadi dua aspek yang sangat terkait satu sama lain, yaitu peningkatan kesadaran masyarakat dan pengaruh terhadap kebijakan publik. Peningkatan kesadaran masyarakat yang dimulai dari dasar komunitas hingga ruang publik yang lebih besar mampu membuka mata masyarakat terhadap bahaya dan dampak serius dari kekerasan seksual, serta membangun keinginan bersama untuk menolak hal ini. Kesadaran ini menjadi fondasi untuk membongkar stigma dan kebisuan yang selama ini melingkupi isu kekerasan seksual. Di sisi lain, advokasi yang terorganisir dan konsisten oleh gerakan sosial berperan penting dalam mendorong penguatan regulasi formal yang melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan seksual secara adil.

Regulasi seperti Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 30 Tahun 2021 serta Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) merupakan contoh konkret dari kebijakan yang lahir dan didorong oleh tekanan serta partisipasi aktif masyarakat. Meskipun ada tantangan dalam pelaksanaan kebijakan, termasuk kurangnya dukungan institusional dan mekanisme perlindungan yang masih belum optimal, keberadaan gerakan sosial terus menjadi sumber harapan yang kuat dalam mewujudkan sistem sosial yang lebih adil dan melindungi hak asasi manusia. Peran gerakan sosial ini tidak hanya terbatas pada penanganan kasus kekerasan seksual secara individu, tetapi juga meluas menjadi sebuah upaya kolektif yang menginginkan perubahan dalam budaya dan struktur masyarakat.

Gerakan ini menciptakan tempat aman bagi korban untuk berbagi cerita, membangun kapasitas komunitas untuk mencegah, serta terus-menerus menekan lembaga agar lebih responsif terhadap isu kekerasan seksual. Dengan memperkuat solidaritas yang inklusif dan membangun aliansi strategis dari berbagai elemen masyarakat, gerakan ini mendukung keadilan sosial yang menyeluruh dan berkelanjutan. Pada akhirnya, gerakan sosial anti kekerasan seksual bukan hanya berjuang untuk perlindungan dan pemulihan, tetapi juga merupakan gerakan perubahan sosial yang menegaskan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai dasar utama untuk menciptakan masyarakat yang aman, adil, dan setara.

Peran gerakan sosial ini tidak hanya terbatas pada penanganan kasus kekerasan seksual secara individu, tetapi juga meluas menjadi sebuah upaya kolektif yang menginginkan perubahan dalam budaya dan struktur masyarakat. Gerakan ini menciptakan tempat aman bagi korban untuk berbagi cerita, membangun kapasitas komunitas untuk mencegah, serta terus-menerus menekan lembaga agar lebih responsif terhadap isu kekerasan seksual. Dengan memperkuat solidaritas yang inklusif dan membangun aliansi strategis dari berbagai elemen masyarakat, gerakan ini mendukung keadilan sosial yang menyeluruh dan berkelanjutan. Pada akhirnya, gerakan sosial anti kekerasan seksual bukan hanya berjuang untuk perlindungan dan pemulihan, tetapi juga merupakan gerakan perubahan sosial yang menegaskan penghormatan terhadap martabat manusia sebagai dasar utama untuk menciptakan masyarakat yang aman, adil, dan setara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *