Berita UtamaOpiniTERBARU

Komisioner KI Sumbar Periode Ketiga dan Tantangannya

161
×

Komisioner KI Sumbar Periode Ketiga dan Tantangannya

Sebarkan artikel ini

Oleh: HM Nurnas Anggota DPRD Sumbar/ Tokoh Keterbukaan Informasi Publik

Tugas panitia seleksi sudah tuntas. Daftar nama calon anggota atau komisioner Komisi Informasi (KI) Sumbar sudah diputuskan Gubernur dan diteruskan ke Ketua DPRD untuk dilanjutkan ke tahapan penentuan akhir, yakni fit and proper test.

Proses uji kepatutan dan kelayakan para calon komisioner tersebut biasanya dilakukan oleh Komisi I DPRD Sumbar.

Para calon komisioner terpilih nantinya akan melanjutkan kerja-kerja mengawal keterbukaan informasi sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Setelah ditetapkan nantinya, mereka menjadi komisioner periode ketiga sejak terbentuknya KI Sumbar pertama tahun 2014. KI periode pertama 2014-2018 diperpanjang masa baktinya hingga Februari 2019, dan periode kedua 2019-2023.

Melihat padatnya agenda DPRD, maka masa bakti KI Sumbar periode kedua mungkin saja diperpanjang lagi satu hingga dua bulan, sebelum KI periode ketiga dilantik Gubernur Sumbar.

Penulis mengapresiasi dua periode KI Sumbar mengawal atau menjalankan tugasnya sehingga setiap tahun semakin banyak badan publik yang melek dan menerapkan keterbukaan informasi. Bahkan sampai ke tingkat nagari dan masuk ke sekolah-sekolah.

Selain itu, banyak pula terobosan yang dilakukan sehingga keberadaannya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan badan publik.

Terlepas ada kekurangannya, harus diakui bahwa KI Sumbar periode pertama dengan komisioner Syamsu Rizal, Sondri, Adrian Tuswandi, Yurnaldi dan Arfitriati telah mampu meletakan dasar-dasar kinerja KI Sumbar dan berupaya membenahi badan publik sehingga memahami keterbukaan informasi publik.

Lalu, KI Sumbar periode kedua dengan komisioner Nofal Wiska, Arif Yumardi, Adrian Tuswandi, Tanti Endang Lestari dan Arfitriati mampu memberikan kejutan hebat di awal periodenya yakni pada 2019. Pemprov Sumbar berhasil meraih prediket informatif. Yakni anugerah tertinggi badan publik di era keterbukaan informasi publik.

Namun, sayangnya setelah itu setiap monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan KI Pusat, prediket itu anjlok. Buktinya, tahun 2022 ini saja Pemprov Sumbar hanya berprediket Menuju Informatif.

Penulis melihat ini bukan salahnya KI Sumbar, tapi pada konsistensi badan publik di Pemprov Sumbar dalam menerapkan keterbukaan informasi, terutama berkaitan kurangnya kolaborasi dan sinergistas dengan KI Sumbar pada tahapan penilaian Monev KI Pusat itu.

Tapi, Indeks Keterbukaan Informasi Publik (IKIP) Pemprov Sumbar nilainya menunjukan grafik naik dibandingkan tahun 2021 yang posisinya di bawah nilai IKIP Nasional. Tahun 2022, naik berada di atas IKIP Nasional meski nilainya belum membanggakan.

Satu hal yang pasti KI periode kedua ini telah mampu membuat budaya keterbukaan informasi berada di track yang benar di masyarakat, baik di perkotaan maupun nagari-nagari. Badan Publik pun juga banyak yang melek keterbukaan informasi.

Monev KI Sumbar juga merambah ke badan publik SMA/SMK sederajat. Terobosan ini menjadi perhatian para pegiat keterbukaan informasi hingga tercatat sebagai satu-satunya di Indonesia. Apalagi informasi di sektor pendidikan inipun sangat penting diketahui masyarakat.

Berat dan Penuh Tantangan
Lalu, bagaimana dengan kerja KI Sumbar periode ketiga (2023-2027)? Tentu saja penulis berharap 15 nama yang dikirim ke DPRD Sumbar adalah figur yang siap dan lebih all out lagi bekerja untuk keterbukaan informasi publik.

Buang jauh-jauh pikiran “cuci gudang” komisioner incumbent sebelum fit and proper test digelar secara profesional dan transparan.

Sebagai sebuah lembaga, tentu harus ada berkelanjutan di KI Sumbar. Komisioner harus paham terhadap penerapan kerja-kerja dalam memasifkan keterbukaan informasi di lapangan atau badan publik, bukan hanya memahami secara text book.

Ketika komisioner KI periode ketiga nanti disahkan atau dilantik, mereka tidak untuk belajar dulu baru bekerja, tapi langsung bekerja. Action! Kerja untuk mengawal keterbukaan informasi publik. Di sisi inilah pentingnya keberadaan Komisioner KI periode sebelumnya.

Pasalnya, KI periode ketiga tidak bisa dikatakan ringan kerjanya dalam melanjutkan berbagai terobosan yang sudah baik dilakukan periode sebelumnya.

Ada banyak tantangan kerja yang harus mereka lakukan begitu dilantik dan disumpah menjadi Komisioner KI Sumbar 2023-2027 yang hari pelantikannya ditentukan oleh Gubernur Sumbar.

OPD Harus Informatif
Soal organisasi perangkat daerah (OPD) Pemprov Sumbar berprediket Informatif memang menjadi bengkalai pada dua periodesasi KI Sumbar. Setiap monev, OPD yang berada teratas itu ke itu saja, seperti RSUD dan Setwan DPRD Sumbar. Lalu, ada yang nilai monev-nya hanya di kisaran Menuju Informatif atau Cukup Informatif.

Potret keterbukaan informasi di OPD menjadi kerja keras KI periode ketiga. Bagi penulis, sebenarnya ini mudah direalisasikan bila KI dan Pemprov atau Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama Pemprov Sumbar mau bersinergisi dan konsisten menerapkan keterbukaan informasi.

Kemudian, ada Perda KIP. Tentu ini akan menjadikan regulasi yang harus ditindaklanjuti Pergub. Adanya ini menjadi senjata bagi PPID Utama dan KI Sumbar untuk menghapus istilah OPD “air mata” dan OPD “mata air” dalam menerapkan keterbukaan informasi publik.

OPD air mata cenderung terbuka karena anggarannya kecil, tapi OPD “mata air” banyak tertutup karena anggaranya besar di APBD. Banyak kepentingan yang mungkin harus ditutupi oleh OPD “mata air” itu. Padahal seharusnya keterbukaan informasi dan dokumentasi publik sebuah keniscayaan, ibarat nafas di kehidupan.

Sengketa Informasi Publik
KI Provinsi tugas utamanya di UU 14 Tahun 2008 adalah menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi antara badan publik dengan publik atau LSM.

KI periode kedua sangat direpotkan dengan seabrek silang-sengketa. Publik semakin tahu bahwa jika permohonan informasi publik tidak diperoleh, maka sengketakan ke KI Sumbar. Ada beragam informasi yang disengeketakan, seperti soal CSR BUMN, keterbukaan informasi OPD, pemerintahan nagari, pokir DPRD dan perizinan di Pemprov Sumbar.

Beruntung, KI periode kedua punya komisioner yang kembali terpilih yakni Adrian Tuswandi. Banyak yang menilai, dalam praktik sengketa informasi publik di KI, keberadaannya telah menyentuh level pakar. Tak sedikit pula persidangan sengketa informasi publik KI Sumbar disaksikan banyak KI Provinsi lainnya di Indoenesia.

Itu penulis sampaikan kepada pemilih komisioner KI periode 2023-2027 untuk tidak menerapkan “cuci gudang” karena akan berbahaya bagi penanganan sengketa informasi publik. Begitupula keaktifan dalam memasifkan keterbukaan informasi di badan publik. Pasalnya, komisioner KI terpilih itu langsung bekerja, tidak ada belajar atau workshop tugas sebelumnya. Peran komisioner incumbent lah yang mentransfer pola kerja dan strateginya ke komisioner baru. Dari sisi kelangsungan sebuah lembaga, juga tidak elok menerapkan metode “cuci gudang” itu.

Membudayakan KIP
Periode ketiga juga punya peran penting dalam membudayakan KIP di Sumbar dan paripurna menyelesaikan sengketa dengan prinsip berkeadilan dan win-win solution. Ini nantinya akan terlihat sebagai salah satu program kerja KI Periode 2023-2027.

Di samping itu, menjadikan OPD Informatif hingga menyiapkan nagari dan desa di Sumbar Informatif, memperbanyak Pemkab dan Pemko Informatif serta membangun jejaring strategis dengan kekuatan sipil di Sumbar.

Saat ini, Perhimpunan Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik biasa disebut FJKIP telah menjadi sebuah kekuatan sipil spesifik yang punya badan hukum resmi di negara ini.

Selama ini FJKIP sudah mampu memainkan peran penting dalam memasifkan Keterbukaan Informadi Publik (KIP) dan kerja KI periode kedua.

Pada KI Periode ketiga nanti, FJKIP bisa saja mengubah perannya sebagai lembaga berbadan hukum yang bertugas menguji akses keterbukaan informasi publik dan mensengketakan serta membawa badan publik ke sidang sengketa informasi publik KI Sumbar.

Apalagi FJKIP memenuhi legal standing karena berbadan hukum diterbitkan Kemenkum HAM RI dengan nama PJKIP Sumbar. Lalu, jurnalis yang ada di dalamnya juga telah banyak yang mendalami bahkan telah begitu memahami tentang KIP.

Penulis yakin itu akan terjadi. Pentolan FJKIP sangat mampu memainkan fungsi uji akses tersebut terhadap badan publik yang masih meremehkan kewajiban untuk terbuka. Itu pernah dilakukan Sekretaris PJKIP Sumbar Zondra Volta yang punya pengalaman bersidang di KI Sumbar. Begitupula pentolan PJKIP Isa Kurniawan yang punya pengalaman banyak bersengketa informasi publik.

Kemudian, kembalinya Adrian Tuswandinyang biasa disapa Toaik ke jalur jurnalis, juga bakal menjadi ujian bagi badan publik yang tidak terbuka.

Harus terus diingat bahwa hak informasi adalah hak konstitusi setiap warga Negara yang dilaksanakan dengan alur dan patut berdasar UU Nomor 14 Tahun 2018 dengan berbagai regulasi turunannya.

Sekali lagi, penulis mewanti-wanti supaya para pengambil kebijakan menentukan Komisioner KI Sumbar periode 2023-2027 lebih mengedepankan profesional dan kapasitas serta mengenyampingkan kepentingan politik praktis. Pasalnya, itu bisa jadi bumerang dan tidak baik bagi keterbukaan informasi badan publik ke depan.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *