OpiniPendidikan

Mahasiswa KKN Unand Mengadakan Edukasi Dampak Penggunaan Media Sosial Bagi Anak di SDN 07 Nagari Nan Limo Kec. Palupuh Kab. Aga

28
×

Mahasiswa KKN Unand Mengadakan Edukasi Dampak Penggunaan Media Sosial Bagi Anak di SDN 07 Nagari Nan Limo Kec. Palupuh Kab. Aga

Sebarkan artikel ini

Penulis: Syifa Rizkiah Ernas
(Mahasiswa Kkn Universitas Andalas Program Studi Hukum)

Sumbar,relasipublik – Perkembangan teknologi digital telah mengubah berbagai sendi kehidupan masyarakat, termasuk dalam cara anak-anak berinteraksi, belajar, hingga mencari hiburan. Kehadiran media sosial sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari tidak hanya menyentuh kalangan dewasa, namun juga telah merambah ke anak-anak usia sekolah dasar.

Media sosial adalah platform digital yang memungkinkan pengguna membuat dan membagikan konten serta berinteraksi secara instan. Aplikasi seperti TikTok, YouTube, WhatsApp, dan Instagram kini akrab di kalangan anak-anak, yang menggunakannya untuk berkomunikasi, mengikuti hiburan, dan membagikan aktivitas pribadi.

Fenomena ini tidak terkecuali terjadi di Nagari Nan Limo, sebuah daerah yang secara geografis berada cukup jauh dari pusat kota, namun telah merasakan dampak era digital secara langsung.

Di SDN 07 Nan Limo, banyak siswa telah mengenal dan aktif menggunakan berbagai aplikasi media sosial. Beberapa anak bahkan sudah memiliki akun pribadi, meskipun usia mereka belum mencapai batas usia minimum yang dipersyaratkan oleh platform tersebut.

Melihat kenyataan ini, sebuah kegiatan
edukatif bertema “Edukasi Media Sosial untuk Anak” digelar di sekolah tersebut, sebagai bentuk upaya preventif dalam membekali siswa dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai cara menggunakan media sosial secara aman, bijak, dan bertanggung jawab.

Anak-Anak dan Dunia Digital: Awal yang Terlalu Dini?

Kegiatan dimulai di pagi hari saat jam pelajaran pertama. Sebuah ruang kelas disulap menjadi tempat belajar yang lebih interaktif. Para siswa, yang masih duduk di bangku sekolah dasar, tampak antusias mengikuti kegiatan ini. Dengan metode dialog dan permainan sederhana, mereka diajak menyebutkan aplikasi yang paling sering mereka gunakan.

“Saya paling sering buka YouTube, terus main TikTok kalau lagi bosan,” jawab Aini, siswi SDN 07 Nan Limo.“Kalau saya suka kirim gambar ke teman di WhatsApp, Bu,” tambah Arul, siswa SDN 07 Nan Limo.

Dari tanggapan yang muncul, terlihat bahwa mayoritas anak-anak sudah sangat familiar dengan dunia digital. Namun ketika pertanyaan bergeser ke topik keamanan dan etika digital, seperti “Apa itu hoaks?” atau “Pernah dengar cyberbullying?”, sebagian besar dari mereka tampak bingung. Banyak yang menggeleng, ada pula yang saling pandang satu sama lain, seolah baru pertama kali mendengar istilah-istilah tersebut.

“Saya sering lihat video lucu di TikTok, tapi nggak tahu kalau bisa ada yang jahat juga di sana,” ungkap Fadli, siswa SDN 07 Nan Limo.

Menjelaskan Risiko Secara Sederhana

Melalui ilustrasi dan gambar, anak-anak diberi pemahaman tentang pentingnya menjaga privasi digital. Misalnya, mengapa mereka tidak boleh membagikan nama lengkap, alamat rumah, atau informasi pribadi lainnya di internet. Penjelasan dilakukan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti dan disesuaikan dengan dunia anak-anak.

“Kalau kita posting foto pakai baju sekolah, terus kelihatan nama sekolahnya, itu bisa berbahaya kalau ada orang jahat lihat,” jelas salah satu guru yang turut memandu kegiatan ini.

Sebagian siswa tampak terkejut mendengar penjelasan tersebut. Ada pula yang spontan bertanya, “Berarti kalau aku sering upload story waktu di jalan pulang sekolah, itu bahaya juga ya, Bu?

”Sesi ini bukan hanya sekadar menyampaikan informasi, melainkan juga menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk bertanya, berdiskusi, dan mengutarakan kebingungan mereka tentang dunia digital yang selama ini mereka kenal hanya sebagai tempat hiburan.

Literasi Digital Sejak Dini

Selain soal privasi, anak-anak juga dikenalkan dengan konsep literasi digitalyakni kemampuan menyaring informasi, membedakan mana yang fakta dan mana yang hoaks.

Dalam sebuah simulasi sederhana, mereka ditunjukkan dua berita yang saling bertentangan, lalu diminta untuk menebak mana yang lebih bisa dipercaya.“Berarti nggak semua yang ada di internet itu benar ya, Bu?” tanya Dilla, siswi SDN 07 Nan Limo.

Pertanyaan sederhana itu mengandung makna besar bahwa anak-anak sangat mungkin mempercayai informasi apa pun yang mereka lihat secara online, jika tidak diberikan edukasi dan bimbingan sejak dini.

Untuk memperkuat pemahaman, anak-anak juga diajarkan cara melaporkan konten berbahaya, memblokir akun yang mengganggu, dan mengenali ciri-ciri akun palsu. Semua materi ini dikemas dalam bentuk permainan dan kuis agar tidak terasa membosankan.

Peran Guru dan Lingkungan Sekolah

Pihak sekolah sangat mengapresiasi kegiatan ini. Kepala SDN 07 Nan Limo, dalam sambutannya menyatakan bahwa kegiatan edukasi digital seperti ini sangat relevan dengan tantangan zaman.
“Anak-anak zaman sekarang memang cepat belajar teknologi, tapi mereka belum tentu paham risikonya. Di sinilah sekolah perlu hadir sebagai pendamping, bukan hanya dalam hal akademik, tetapi juga dalam kehidupan digital mereka,” ujar beliau.

Beberapa guru juga mengungkapkan kekhawatiran mereka terhadap kebiasaan anak yang terlalu sering bermain gawai tanpa pengawasan. Banyak dari mereka yang menggunakan handphone orang tua untuk bermain game, menonton video, atau membuka media sosial hingga larut malam.
“Kadang anak datang ke sekolah ngantuk karena semalam main HP. Orang tuanya tidak tahu apa yang dibuka, karena HP-nya juga dikunci,” cerita salah satu guru SDN 07 Nan Limo.

Kondisi ini menjadi refleksi bahwa edukasi digital tidak hanya penting untuk anak-anak, tetapi juga bagi orang tua, agar lebih terlibat dalam mendampingi anak di ruang digital.

Menutup dengan Refleksi dan Harapan

Sebagai penutup kegiatan, anak-anak diminta menuliskan satu hal yang mereka pelajari hari itu di selembar kertas warna-warni, lalu ditempel di papan tulis sebagai bentuk komitmen. Hasilnya sangat menggembirakan. Ada yang menulis, “Jangan sembarangan upload foto”, “Jangan percaya semua berita dari TikTok”, hingga “Kalau ada yang ganggu di WhatsApp, bilang ke orang tua”.

Kegiatan hari itu bukan hanya mengedukasi, tapi juga menyentuh sisi emosional anak-anak. Mereka mulai menyadari bahwa dunia digital tidak selalu aman, dan penting bagi mereka untuk memahami apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Melalui edukasi yang menyenangkan dan interaktif, anak-anak di SDN 07 Nan Limo telah memulai langkah awal menuju literasi digital yang sehat. Dunia digital memang tidak bisa dihindari, namun dengan pengetahuan yang tepat, anakanak dapat menjadi pengguna media sosial yang cerdas, bertanggung jawab, dan aman.

Media sosial bukan musuh, tetapi alat yang harus dikendalikan dengan bijak. Semoga langkah kecil ini menjadi awal dari kesadaran yang lebih besar, baik bagi anak-anak, orang tua, maupun seluruh masyarakat di Nagari Nan Limo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *