Opini

Membangun (Kembali) Tanah Datar Pasca Bencana

20
×

Membangun (Kembali) Tanah Datar Pasca Bencana

Sebarkan artikel ini

Oleh Musfi Yendra
[Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat /Putra Tanah Datar]

Ranah Luhak Nan Tuo kembali berduka. Belum pulih dari musibah tahun 2024, Kabupaten Tanah Datar kembali ditimpa bencana pada akhir 2025. Banjir bandang, luapan sungai, pohon tumbang, dan longsor melanda sejumlah kecamatan, yaitu Batipuh, Batipuh Selatan, X Koto, Pariangan, Lima Kaum, Rambatan, Padang Ganting, Sungai Tarab, Tanjung Emas, Sungayang, dan Lintau Buo Utara.

Dari seluruh wilayah tersebut, tiga kecamatan mengalami kerusakan paling parah—Batipuh, Batipuh Selatan, dan X Koto—dengan total 34 nagari terdampak se Tanah Datar. Saat saya mengunjungi Posko Utama Penanggulangan Bencana di Batu Taba pada Minggu, 7 Desember 2025, tercatat tiga orang meninggal dunia, lima orang luka-luka, dan 6.137 warga terpaksa mengungsi.

Kehilangan tiga nyawa dunsanak ini tentu menjadi duka mendalam bagi keluarga. Meski jumlah korban tidak sebesar di daerah lain seperti Kota Padang dan Kabupaten Agam, satu nyawa yang hilang tetap meninggalkan lara yang sulit hilang.

Di tengah kondisi ini, masyarakat Tanah Datar yang hidup di wilayah rawan bencana telah terbiasa membangun kesiapsiagaan. Di Nagari Malalo—daerah yang dilanda banjir bandang dan longsor terparah—kearifan lokal mitigasi bencana terbukti menyelamatkan banyak nyawa.

Menurut perangkat nagari dan tokoh masyarakat setempat, ketika hujan deras berlangsung berhari-hari dan sungai mulai meluap, warga segera mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Karena itu, ketika banjir bandang datang, warga selamat.

Namun minimnya korban jiwa tidak mengurangi besar kerusakan yang ditimbulkan pada infrastruktur publik dan rumah warga. Sebanyak 67 rumah hanyut, 131 rusak berat, 73 rusak sedang, dan 195 rusak ringan. Jalan rusak berat berjumlah 27 ruas, sedangkan sejumlah ruas lainnya rusak ringan. Di sisi lain, 26 jembatan putus, 10 rusak berat, dan 4 mengalami kerusakan ringan.

Selain itu, 9 kantor pemerintahan, 9 sekolah, 20 rumah ibadah, 48 jaringan irigasi sekunder, 17 jaringan irigasi tersier, 14 ruas sungai, dan 35 fasilitas umum lainnya turut terdampak. Lahan pertanian seluas 158,63 hektare rusak, sarana nelayan dan pengolahan ikan terdampak di 14 titik, sementara 49 UMKM dan satu koperasi mengalami kerusakan.

Pada masa tanggap darurat, Pemerintah Kabupaten Tanah Datar bergerak cepat di bawah komando Bupati Eka Putra. Berbagai posko resmi dan mandiri berdiri, sementara logistik pengungsian, kebutuhan pangan, dan layanan kesehatan berjalan cukup optimal sepanjang masa tanggap darurat.

Pemerintah daerah lalu memperpanjang masa tanggap darurat hingga 17 Desember, sekaligus terus menyediakan informasi kepada masyarakat terkait potensi bencana susulan mengingat curah hujan yang masih tinggi.

Bupati Harus Gercep ke Pemerintah Pusat

Namun tantangan lebih besar muncul setelah masa darurat berakhir, yaitu membangun kembali infrastruktur yang rusak. Tugas ini membutuhkan anggaran besar, sementara pada tahun 2026 Tanah Datar justru menghadapi pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp127,4 miliar atau 12,18 persen sesuai kebijakan efisiensi nasional.

Dalam kondisi anggaran normal saja pemerintah daerah perlu berhemat, apalagi kini harus memperbaiki kerusakan besar akibat bencana. Di sinilah kepemimpinan Bupati Eka Putra dan Wakil Bupati Ahmad Fadly sebagai penerima mandat kekuasaan oleh rakyat benar-benar diuji.

Berharap ke Pemerintah Provinsi sangat berat. Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, telah meminta Pemerintah Pusat mengembalikan pemotongan TKD bagi provinsi serta seluruh kabupaten/kota sebesar total Rp2,6 triliun pada tahun 2026. Namun perjuangan ini tentu tidak mudah mengingat bencana juga melanda Aceh dan Sumatera Utara, sehingga perhatian Pemerintah Pusat harus terbagi.

Karena itu langkah konkret yang perlu dilakukan Tanah Datar adalah bergerak cepat (gercep) ke Pemerintah Pusat. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) harus segera menyelesaikan pendataan kerusakan, menghitung kebutuhan anggaran secara rinci, dan menyiapkan proposal rekonstruksi.

Bupati dan Wakil Bupati perlu berbagi tugas—saatnya Bupati membawa proposal ke kementerian terkait, bisa saja didampingi anggota DPR RI asal Sumbar, sementara Wakil Bupati mengendalikan perpanjangan masa tanggap darurat bersama Forkopimda.

Secara politik, Bupati Eka Putra dan Wakil Bupati Ahmad Fadly memiliki peluang komunikasi yang kuat dengan Pemerintah Pusat. Kedekatan Bupati dengan Presiden Prabowo, ditambah posisi politik Wakil Bupati sebagai kader partai presiden, menjadi modal penting.

Selain itu, Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)—yang membawahi Kementerian PUPR—merupakan ketua umum dari partai tempat Bupati bernaung, dan Menteri PUPR, Dody Hanggodo, kolega sesama partai Bupati pula.

Kondisi ini memberi peluang strategis bagi Tanah Datar, meski tetap harus diiringi kerja teknis dan administrasi yang rapih agar proposal bantuan ke pusat bisa disetujui. Kita yakin Bupati Eka Putra memiliki kapasitas komunikasi politik yang mumpuni. Apalagi sudah periode kedua menjadi bupati. DPRD Tanah Datar harus mendukung penuh dan mendampingi perjuangan Bupati Eka Putra. Masyarakat akan menantikan hasil konkret dari proses ini.

Kolaborasi Membangun Kampung Halaman

Membangun kembali Tanah Datar pasca bencana tidak dapat dibebankan kepada pemerintah daerah saja. Masyarakat Tanah Datar di mana pun berada—baik di kampung halaman, perantauan dalam negeri, diaspora luar negeri, pedagang, pengusaha, pejabat, hingga para profesional—memiliki ruang untuk berkontribusi.

Kepedulian pada masa tanggap darurat harus dilanjutkan dengan aksi nyata untuk pemulihan. Banyak hal yang bisa dilakukan: membantu pembangunan rumah relokasi di lokasi aman, memperbaiki rumah rusak sedang dan ringan, memperbaiki tali bandar dan saluran irigasi, memberi modal usaha bagi pelaku UMKM terdampak, menyediakan bibit ikan maupun benih padi, memberikan beasiswa bagi anak sekolah dan mahasiswa, hingga menyelenggarakan program pembinaan mental dan spiritual pascabencana, serta program lain dalam menguatkan kemandirian masyarakat pascabencana ini.

Kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi masyarakat sipil adalah kekuatan besar yang menentukan kecepatan pemulihan Tanah Datar.

Dengan kebersamaan, Tanah Datar Insya Allah akan kembali bangkit dan berdiri lebih kuat. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *