Sumbar,relasipublik – Anggota DPR RI Komisi VI, Hj. Nevi Zuairina, menyatakan dukungan terhadap rencana pemerintah menerapkan campuran etanol 10 persen dalam bahan bakar minyak (BBM) atau E10.
Menurutnya, kebijakan ini sejalan dengan upaya nasional menuju energi bersih, pengurangan impor BBM, serta pencapaian target Net Zero Emission pada tahun 2060.
Namun, politisi PKS ini menegaskan bahwa implementasi kebijakan tersebut harus dilakukan secara bertahap dan tidak terburu-buru.
“FPKS mendukung langkah pemerintah mempercepat transisi energi bersih, namun kebijakan etanol ini jangan tergesa-gesa. Infrastruktur pendukung, kesiapan pasokan bioetanol dalam negeri, dan kesiapan kendaraan, terutama kendaraan lama, harus benar-benar diperhitungkan,” ujar Nevi di Jakarta.
Anggota FPKS ini menambahkan, sebelum kebijakan diberlakukan secara nasional, pemerintah perlu memastikan kesiapan industri dan infrastruktur agar transisi tidak menimbulkan masalah baru.
“Kalau tujuannya mengurangi impor BBM, jangan sampai kita justru beralih ke ketergantungan impor etanol. Pemerintah harus mengalokasikan anggaran untuk pengembangan pabrik etanol dalam negeri dan memberikan insentif kepada industri lokal,” jelasnya.
Legislator asal Sumatera Barat II ini juga menekankan pentingnya edukasi publik dan perlindungan konsumen. Menurutnya, masyarakat harus diberi pemahaman yang cukup mengenai karakteristik BBM campuran etanol agar tidak menimbulkan kekhawatiran berlebihan.
“Harus ada jaminan bahwa kendaraan masyarakat aman. Untuk kendaraan lama yang berpotensi rusak, berikan insentif atau kompensasi agar mereka tidak dirugikan,” ujarnya.
Selain itu, Nevi menilai penting adanya dukungan bagi SPBU agar mampu menyesuaikan fasilitasnya. “Pemerintah perlu memberikan insentif bagi SPBU untuk menyesuaikan pipa, tangki, dan stasiun pengisian agar tahan terhadap etanol,” imbuhnya.
Di akhir pernyataannya, Nevi menegaskan bahwa semangat menuju energi bersih harus tetap diiringi dengan kesiapan teknis, keadilan bagi masyarakat, dan keberpihakan pada industri dalam negeri.
“Kebijakan etanol ini baik, tetapi harus dijalankan dengan hati-hati, transparan, dan berpihak pada kemandirian energi nasional,” pungkas Nevi Zuairina.