Jakarta,relasipublik – Panitia Khusus (Pansus) RTRW DPRD Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menggelar konsultasi akhir dengan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait finalisasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumbar 2025–2045, Rabu (12/3/2025).
Konsultasi akhir tersebut bertujuan menyelaraskan substansi regulasi sebelum Ranperda disahkan menjadi Peraturan Daerah (Perda).
Ketua DPRD Sumbar, Muhidi, menegaskan bahwa Perda RTRW yang lama, yaitu Perda Nomor 13 Tahun 2012, sudah tidak relevan dan perlu diperbarui. Ia menjelaskan bahwa Pansus RTRW telah mengumpulkan rekomendasi dari berbagai kementerian terkait dan organisasi perangkat daerah (OPD), baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
“Pembahasan Ranperda RTRW sangat terbatas waktunya. Kementerian ATR/BPN memberikan tenggat dua bulan, dan sidang paripurna DPRD dijadwalkan pada 17 Maret 2025,” ujar Muhidi.
Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah I Kemendagri, Edison Siagian, menegaskan bahwa penyusunan Ranperda RTRW harus selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang serta Permendagri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah RTRW.
Ia menekankan pentingnya koordinasi antara DPRD dan pemerintah daerah dalam penyusunan regulasi ini. “Evaluasi dilakukan untuk memastikan Ranperda tidak bertentangan dengan peraturan lebih tinggi dan kepentingan umum. Jika dalam dua bulan belum selesai, maka kewenangan penetapan RTRW akan diambil alih oleh Kementerian ATR/BPN,” katanya.
Kemendagri juga menyoroti aspek administrasi, kebijakan, dan legalitas dalam Ranperda RTRW Sumbar. Selain itu, regulasi ini akan menjadi dasar bagi perizinan lingkungan, pembangunan gedung, dan investasi daerah.
Ketua Pansus RTRW DPRD Sumbar, Zulkenedi Said, menyampaikan bahwa surat persetujuan dari Kementerian ATR/BPN telah diterima pada 20 Januari 2025, dengan batas waktu penyelesaian hingga 20 Maret 2025. Pansus telah membahas Ranperda secara intensif, termasuk meninjau 143 pasal yang ada dalam regulasi tersebut.
Salah satu isu yang dibahas adalah apakah substansi RTRW akan mengikuti data terbaru dari kementerian teknis atau tetap mengacu pada Ranperda sebelumnya. Selain itu, terdapat usulan baru terkait kawasan peternakan dan tambahan dari beberapa daerah, seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai. Menanggapi hal ini, Edison Siagian menyatakan bahwa perubahan minor masih bisa dilakukan selama memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak mengubah pola ruang yang sudah disepakati.
Kepala Dinas BMCKTR Sumbar, Era Sukma Munaf, menegaskan bahwa revisi RTRW akan mengacu pada data terbaru dari Badan Informasi Geospasial (BIG) dan kementerian teknis lainnya. Namun, ia mengingatkan bahwa perubahan peta dasar memerlukan waktu yang cukup lama.
Sementara itu, anggota Pansus DPRD Sumbar, Nurkholis, menyoroti pentingnya memasukkan kawasan peternakan dalam RTRW karena hal ini sangat dinantikan oleh investor. Ia menyebutkan bahwa ada lahan peternakan seluas 6.500 hektare di Sumbar, termasuk di Kabupaten Pasaman Barat (2.000 hektare) dan Kabupaten Limapuluh Kota (600 hektare).
Sebagai tanggapan, Edison Siagian menyarankan agar kawasan peternakan dapat dimasukkan dalam indikasi program dan diintegrasikan ke dalam kawasan pertanian.
Pansus DPRD Sumbar dan pemerintah provinsi berkomitmen untuk menyelesaikan Ranperda RTRW sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Edison Siagian mengingatkan bahwa batas wilayah dan konsistensi peraturan menjadi hal yang krusial dalam penyusunan regulasi ini.
“Membuat aturan tidak bisa memuaskan semua pihak, tetapi selama ada kesepakatan dan tidak melanggar regulasi yang lebih tinggi, maka usulan baru masih dapat diakomodasi,” ujarnya.
Dengan adanya koordinasi yang intensif antara DPRD Sumbar, pemerintah provinsi, dan kementerian terkait, diharapkan Ranperda RTRW dapat segera disahkan dan menjadi pedoman utama dalam pembangunan dan investasi di Sumatera Barat.