Padang,relasipublik – Kasus dugaan korupsi yang melibatkan PT Benal Ichsan Persada (PT BIP) kembali menjadi sorotan. Masyarakat mempertanyakan komitmen Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang yang hingga kini belum menunjukkan perkembangan hukum berarti.
Kasus ini bermula dari dugaan penyelewengan kredit modal kerja yang dikucurkan salah satu bank BUMN kepada PT BIP. Perusahaan ini beralamat di kawasan By Pass Padang dan dipimpin oleh BSN, yang saat ini menjabat sebagai anggota DPRD Sumatera Barat.
Sejak 27 Juni 2024, kejaksaan telah menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan. Langkah tersebut tertuang dalam surat resmi SPRINT-01/L.3.10/Fd.1/06/2024.
Lambannya proses hukum memicu kritik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Alfi Syukri, M.H., dari LBH Padang, menilai jaksa tidak tegas menyelesaikan perkara ini.
“Sudah lama kasus ini diekspos, tapi belum ada kepastian hukum. Kok bisa begini?” ujar Alfi kepada wartawan pada Rabu, (23/7/2025) di Padang.
Alfi menyebut bahwa pemberantasan korupsi merupakan perintah langsung Presiden Prabowo dan Kejaksaan Agung. Menurutnya, kejaksaan daerah wajib menjalankan instruksi tersebut dengan sungguh-sungguh.
“Jika kejaksaan membiarkan kasus ini mangkrak, maka kepercayaan publik akan semakin terkikis,” lanjutnya.
Publik juga menyoroti dugaan keterlibatan oknum anggota DPRD Sumbar. Meskipun jaksa telah memeriksa mereka berkali-kali, belum satu pun yang ditetapkan sebagai tersangka. Ini membuat masyarakat ragu seolah ada upaya tidak menjadikan BSN sebagai pelaku, menggantikan dengan yang lain, maka sudah 1 tahun terkesan ditutup.
“Jika sudah hadirkan puluhan saksi, kerugian negara jelas, dan alat bukti lengkap, tunggu apa lagi? Tetapkan tersangka, dan jangan sampai masuk angin, juga terkesan ditutupi. Selesaikan cepat sebelum publik kehilangan kepercayaan,” tegas Alfi.
Ia juga mendesak kejaksaan untuk memberikan ekspos berkala agar publik bisa mengawasi jalannya proses hukum, sehingga tidak ada peluang untuk bermain dan diintervensi pihak manapun.
Data dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyebutkan, negara mengalami kerugian sebesar Rp48 miliar akibat kasus ini. Angka ini dinilai fantastis dan seharusnya menjadi perhatian utama penegak hukum.
Pemerhati hukum mendesak Kejari Padang agar menuntaskan kasus ini secara transparan. Mereka juga meminta Kejati Sumbar mengawasi langsung kinerja kejaksaan tingkat kota. Penanganan kasus ini akan menjadi tolak ukur integritas lembaga penegak hukum di Sumbar. (***)