sumbar.relasipublik.com // Tanah Datar
Pemerintah Kabupaten Tanah Datar menunjukkan kesigapan tidak hanya dalam penanganan darurat, tetapi juga dalam pengambilan kebijakan anggaran dan mitigasi bencana menyusul hidrometeorologi ekstrem yang melanda wilayah tersebut sejak 24 November 2025 dan mencapai puncaknya pada 27 November 2025.
Bencana yang berdampak pada 12 kecamatan dan 36 nagari ini sempat memaksa 7.988 warga mengungsi, dengan Kecamatan Batipuh, Batipuh Selatan, dan X Koto sebagai wilayah paling terdampak. Di tengah tekanan situasi darurat, pemerintah daerah bergerak cepat menetapkan status tanggap darurat sebagai dasar hukum percepatan penggunaan anggaran dan mobilisasi sumber daya.
Penetapan status tersebut memungkinkan realokasi anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) untuk pembiayaan kebutuhan mendesak, mulai dari logistik pengungsian, operasional dapur umum, sewa alat berat, hingga dukungan kesehatan dan keselamatan warga. Langkah ini dinilai krusial agar proses penanganan tidak terhambat prosedur administratif di tengah kondisi krisis.
Dari sisi kerusakan, bencana ini menyebabkan 34 rumah hanyut, 95 rumah rusak berat, 101 rusak sedang, dan 217 rusak ringan. Kerusakan infrastruktur juga signifikan, dengan 16 jembatan putus, tiga jembatan rusak berat, dan satu jembatan rusak ringan. Tiga nagari di Kecamatan Batipuh Selatan bahkan sempat terisolasi total akibat terputusnya akses jalan.
Pemkab Tanah Datar memprioritaskan kebijakan anggaran pada pemulihan akses dan konektivitas wilayah. Selain mengerahkan alat berat milik daerah, pemerintah juga menyewa tambahan unit, meskipun risiko di lapangan tinggi—bahkan satu unit alat berat dilaporkan hanyut terseret banjir bandang saat proses penanganan
Melalui koordinasi lintas sektor, dukungan alat berat dan sumber daya tambahan mengalir dari Balai Wilayah Sungai Sumatera Barat, Hutama Karya Indonesia (HKI), hingga sektor swasta. Sinergi ini menekan beban fiskal daerah sekaligus mempercepat pemulihan infrastruktur vital.
Distribusi bantuan logistik dilakukan dengan pendekatan mitigatif dan adaptif. Untuk menjangkau wilayah terisolasi, pemerintah memanfaatkan jalur alternatif seperti penyeberangan Danau Singkarak, memastikan hak dasar warga tetap terpenuhi meski dalam keterbatasan akses darat
Di sektor pertanian, dampak bencana menjadi perhatian serius dalam kebijakan pemulihan. Tercatat 74 titik irigasi sekunder dan 17 titik irigasi tersier rusak, serta lahan sawah terdampak seluas 480,64 hektare. Pemerintah daerah tengah menyusun skema rehabilitasi irigasi dan lahan pertanian sebagai bagian dari mitigasi ekonomi agar petani dapat kembali berproduksi dan ketahanan pangan daerah tetap terjaga
Dari aspek mitigasi jangka menengah dan panjang, Pemkab Tanah Datar mulai melakukan evaluasi wilayah rawan bencana, termasuk penataan ulang alur sungai, penguatan tebing, serta peningkatan sistem peringatan dini berbasis komunitas. Langkah ini dipandang penting mengingat intensitas bencana hidrometeorologi yang kian meningkat akibat perubahan iklim
Bencana ini juga menelan korban jiwa, dengan tiga orang meninggal dunia dan lima orang mengalami luka-luka. Pemerintah memastikan pendampingan sosial dan psikologis bagi keluarga korban menjadi bagian dari tanggung jawab negara, bukan sekadar aspek administratif.
Memasuki perpanjangan masa tanggap darurat hingga 17 Desember 2025, fokus kebijakan diarahkan pada pembangunan Hunian Sementara (Huntara) bagi warga yang masih berada di pengungsian. Penyediaan Huntara tidak hanya dipandang sebagai solusi tempat tinggal sementara, tetapi juga sebagai bagian dari mitigasi risiko lanjutan agar warga tidak kembali bermukim di zona rawan bencana
Dengan mengombinasikan respons darurat, kebijakan anggaran yang fleksibel, serta perencanaan mitigasi berkelanjutan, Pemerintah Kabupaten Tanah Datar berupaya menjadikan bencana ini sebagai pelajaran kolektif. Penanganan tidak berhenti pada pemulihan fisik semata, tetapi diarahkan untuk membangun ketahanan daerah yang lebih adaptif, aman, dan berkelanjutan di masa depan.












