Padang, relasipublik – SEMARAKNYA Pemilukada di Indonesia, melambangkan terbangunnya sebuah era demokrasi yang telah mampu memberikan perobahan-perobahan bagi negeri ini. Sebagaimana seorang pemimpin ditentukan oleh rakyat, kebebasan memilih dipertontonkan, namun disayangkan, pemimpin yang berotak udangpun kembali berebut jadi pemimpin.
Ironisnya, bakal calon pemimpin yang bermunculan banyak tidak mempunyai kemampuan untuk memimpin. Dengan bermodal materi dan kekuasaan, mereka tanpa dosa membusung dada menghipnotis rakyat dengan slogan mengutamakan kepentingan rakyat. Padahal dikepalanya bertengger setumpuk kotoran, tetapi masih juga menepuk dada, “pilih saya”.
Tak berkaca, tak berpikir, sudah jelas dikepala banyak kotornya, eh bak Sugriwa memoles wajah seperti Arjuna menampilkan diri sebagai pemimpin rakyat. Sungguh naif, dan pembohong besar, ternyata jangan salahkan rakyat melanggar aturan, jangan salah alam yang telah murka, gempa bumi mengguncang, longsor dan banjir menerjang Nusantara.
Hal ini diperkuat lagi dengan aturan yang dikeluarkan oleh KPU model B halaman dua pada point g, ayat 1 dan 2 yang jelas-jelas memberi peluang terhadap para terpidana korupsi untuk kembali memimpin dan mencalonkan diri untuk melakukan korupsi. Sehingga kesempatan ini tidak mereka sia-siakan untuk kembali berkuasa dan menggerogoti uang negara.
Kita ambil pelanggaran kecil saja, sebelum perhelatan Pemilukada dimulai, setiap sudut kota atau kabupaten sudah dibanjiri dengan tampang-tampang calon pemimpin “otak udang”. Dengan beragam pesan yang disampaikan kepada masyarakat, yang intinya mempromosikan diri atau pengenalan kepada masyarakat bahwa ia merupakan salah seorang pemimpin yang memperjuangkan masyarakat dan pantas diberikan kepercayaan.
Padahal secara aturan, itu jelas tidak boleh mereka lakukan sebelum adanya ketetapan dari KPU untuk mengkampanyekan diri, itupun mereka akui. Namun bagaimana aturan tersebut dapat dikenakan kepada mereka, sedangkan simbol-simbol atau pesan yang terpajang pada baliho telah terbungkus dalam profesionalitas baliho yang dimanipulasi, karena mereka menjabat profesi ini dan itu, boleh dong mendekatkan diri.
Oleh karena itu, sebagai rakyat jelata, kita tidak merasa tidak berhak untuk melarang dan menghambat mereka untuk mencalonkan diri menjadi pemimpin. Tetapi marilah kita melihat perbuatan yang telah mereka lakukan. Tidak usah kita bicara apa borok mereka kalau kita tidak tahu, nanti ujung-ujungnya pencemaran nama baik, namanya.
Tidak usah kita bicara salah dan benar, karena salah dan benar hanya yang milik Yang Kuasa. Namun sebagai manusia, yang juga mempunyai aturan untuk mengatur tata krama, perlu juga menilai dan bertanya, pantaskah pemimpin seperti ini saya pilih !!
Maka dari itu, carilah pemimpin yang benar-benar tepat dan mempunyai sumberdaya manusia dan mampu memenuhi harapan-harapan kita bersama untuk kesejahteraan rakyat dan bangsa dalam lingkup kesatuan Republik Indonesia.