Padang,relasipublik — Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Taman Budaya Sumatera Barat (TB Sumbar) mulai mematangkan arah dan program kegiatan seni budaya tahun 2026 melalui diskusi bersama pelaku seni, komunitas, dan seniman. Sejumlah gagasan baru mengemuka, salah satunya pengembangan bidang film yang untuk pertama kalinya akan menjadi bagian resmi dari program Taman Budaya.
Kepala UPTD Taman Budaya Sumbar, M. Devid, mengatakan bahwa kehadiran film sebagai program baru merupakan langkah strategis untuk merespons perkembangan seni di daerah. Selama ini, kata dia, urusan perfilman lebih banyak ditangani kementerian di tingkat pusat.
“Pada 2026 ada hal baru di Taman Budaya, yaitu film. Selama ini film identik dengan urusan kementerian, tapi ke depan Taman Budaya diminta ikut membantu pengembangan film di daerah,” ujar Devid.
Ia menambahkan, pengembangan film di TB Sumbar akan dimulai dari kegiatan workshop dan festival film AndalaSinema, sebagai upaya membangun ekosistem perfilman lokal yang berkelanjutan.
Kepala Seksi Produksi dan Kreasi Seni TB Sumbar, Ade Efdira, menjelaskan bahwa sejumlah program unggulan tahun sebelumnya tetap berlanjut pada 2026. Program tersebut antara lain Saba Fest (seni untuk disabilitas), lomba menulis cerpen, workshop tari, workshop komposisi teater, serta workshop komposisi musik.
Selain film, TB Sumbar juga menghadirkan program baru bertajuk Puitisenja, sebuah ruang kolaborasi antara sastra dan musik. Program ini menyasar anak-anak muda yang memiliki ketertarikan pada buku-buku sastra, filsafat, dan politik, yang dikemas dalam suasana santai sambil menikmati kopi dan musik.
“Puitisenja ini kami lihat sangat diminati generasi muda. Ada kebutuhan ruang ekspresi sastra yang lebih cair dan dekat dengan gaya hidup mereka,” kata Ade.
Untuk tahun 2026, TB Sumbar menetapkan tema besar pelestarian lingkungan, yang diharapkan dapat direspons oleh para seniman lintas disiplin melalui karya-karya kreatif.
Ade menegaskan bahwa Taman Budaya berkepentingan menaungi seluruh jenis seni yang berkembang di masyarakat, tanpa sekat usia maupun latar belakang.
Diskusi program 2026 ini melibatkan pelaku seni, komunitas, hingga seniman lintas generasi. Berbagai masukan ditampung untuk penyempurnaan program. Salah seorang seniman, Nasrul Azwar, menyoroti pentingnya perbaikan fasilitas pendukung.
“Bagus apa pun acaranya, kalau fasilitas tidak mendukung, tentu akan mengurangi minat seniman untuk tampil,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, M. Devid menyampaikan bahwa saat ini TB Sumbar tengah membangun fasilitas pentas seni baru yang nantinya menjadi ruang presentasi karya seniman secara lebih representatif.
Di sisi lain, pelaku film Sumatera Barat, Rori, menyambut baik masuknya bidang film ke dalam program Taman Budaya. Ia berharap pengembangan film diawali dari kegiatan workshop sebagai bentuk transfer pengetahuan bagi para sineas lokal.
“Karena ini sesuatu yang baru di Taman Budaya, sebaiknya dimulai dari workshop untuk memperkuat pemahaman dan kapasitas pelaku film di Sumbar,” katanya.
Meski diakui masih memiliki keterbatasan gedung dan fasilitas, TB Sumbar tetap berada pada Tipe A berdasarkan hasil sertifikasi Kementerian Kebudayaan RI. Penilaian tersebut diberikan karena kualitas program kegiatan TB Sumbar dinilai sangat baik dan berada di atas rata-rata instansi sejenis.
Beberapa indikator penilaian meliputi variasi program yang beragam, kualitas media publikasi dan penerbitan, serta sasaran program yang inklusif. TB Sumbar tidak hanya merangkul seniman senior, tetapi juga remaja Gen Z, anak-anak, hingga penyandang disabilitas yang selama ini kerap luput dari perhatian.
Dengan berbagai program baru dan kesinambungan kegiatan lama, Taman Budaya Sumatera Barat optimistis dapat memperkuat perannya sebagai ruang kreatif yang inklusif, relevan, dan berdampak bagi perkembangan seni budaya daerah pada 2026 mendatang.












