Opini

Tanah Ulayat Bagaikan Tanah yang Ditemukan Nabi Muhammad SAW

392
×

Tanah Ulayat Bagaikan Tanah yang Ditemukan Nabi Muhammad SAW

Sebarkan artikel ini

Oleh: St. S. Dt.Rajo lndo, S.H, M.H.

Manusia dalam hidup dan kehidupannya lumrah bertingkah laku. Apa yang mendorong ia bertingkah laku. Setiap tindakan tingkah laku selalu melahirkan nilai.

Dalam hidup dan kehidupan seseorang atau sekelompok orang, jika tidak ada tingkah lakunya, itu menunjukan manusia tersebut sudah mati. Setidak-tidak sudah ma ti dalam hidup dan kehidupannya. Oleh karena itulah setiap manusia yang hidup ada bertingkah laku.
Justru tingkah laku adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi manusia.

Diantaranya orang mengatakan, tingkah laku itu biasa bagi yang bernama manusia. Karena itu tidak ada yang perlu diherankan dan berta nya-tanya atas tingkah laku manusia.

Walaupun demikian adanya, yang tingkah laku itu tanpa ada yang mendorong tidak akan ada aksinya. Yang penting setiap tingkah laku tidak lepas dari etika. Bahwa etika tersebut ada baiknya dan ada pula buruknya.
Misalnya, atas aksi tingkah laku itu pada masanya anak cucu orang Minangkabau tidak ada lagi Haknya atas suatu tanah spesifik dalam hidup dan kehidupannya. Se mentara ninik moyang orang Minangkabau jauh-jauh hari sudah berpikir dengan matang. Bahwa manusia butuh tanah umpamanya untuk hidup dan untuk mati dan hal itu tidak boleh dirusak.

Tingkah laku yang merusak ketentuan hukum adat, hukum alam dan hukum lainnya akan dilaknati atau akan dapat laknat sekurang-kurangnya sumpah dari anak cucu orang Minangkabau dikemudian hari. Terutama oleh yang seharus dapat Hak atas tanah baik itu atas tanah Ulayat. Justru tanah Ulayat itu sudah ditetapkan oleh moyang orang Minangkabau, bahwa setiap yang lahir punya Hak atas tanah Ulayat.

Hak itu kendatipun tidak hak milik, melainkan hanya hak memelihara, menikmati hasil dan hak mewariskan kepada generasi selanjutnya. Begitu yang telah dipakukan oleh nenek moyang orang Minangkabau. Ketetapan itu adalah yang membuat anak cucu orang Minangkabau memiliki suatu kepastian yang sangat mendasar.
Merobah itu hakikatnya juga tidak menghargai jasa-jasa nenek moyangnya. Apalagi merobah ketetapan yang membuat anak cucu orang Minangkabau tidak punya Hak lagi atas tanah terutama atas tanah Ulayat . Lebih lagi karena perobahan itu anak cucu orang Minangkabau menjadi sengsara dikemudian hari.
Dapat kita sebutkankan, atas bertambahnya jumlah anak cucu orang Minangkabau dari tahun ketahun. Maka boleh dipastikan luas kaplingan tanah bagi yang lahir dikemudian hari semakin mengecil. Kelahiran anak cucu itu tentu tanpa izin Alloh tidak akan terjadi.

Sementara Alloh hanya satu kali saja membuat tanah untuk manusia. Bahkan dapat dikatakan, tanah itu dari tahun ketahun menyusut luasnya. Perkiraan tersebut akibat ombak selalu menghantam tanah darat yang dipinggir laut.

Sehubungan dengan itu atas dasar fakta dari pinggir laut tersebut menyebutkan, “Lapak-lapak sandaran Bodie, panembak Ondan di Muaro – Nan bak Ombak Parang jo Pasie, musim pabilo kasalasainyo. Ungkapan ini juga belum ada pembantahnya.
Disamping itu dapat dibayangkan, bagaimana sulitnya ninik moyang kita tempo dulu memikirkan. Hingga pemikiran itu melahirkan ketetapan, bahwa tanah Ulayat itu adalah tanah cadangan bagi anak cucu di kemudian hari. Tanah cadangan tersebut adalah yang disebut tanah “Ulayat”, patut kah atau tidak patut dihargai jasa-jasa ni nik moyang kita itu.

Yang namanya tanah Ulayat statusnya adalah Pusako Tinggi. Setiap Pusako Tinggi tidak boleh dimiliki secara pribadi dan di larang untuk dipindahtangankan. kecuali yang ada terhadap tanah Ulayat itu bagi kita menurut hukum adat hanya sebagai pemelihara dan mewariskan kepada generasi pelanjut. Jika tanah Ulayat dihapuskan maka tamatlah riwayat Minangkabau.

Disamping itu perlu juga diketahui, bahwa ketetapan atas tanah Ulayat itu adalah agar anak cucunya tidak terlalu susah betul hidup dan kehidupannya. Bahkan secara hukum ninik moyang orang Minangkabau menetapkan tanah Ulayat itu dengan statusnya sebagai “Pusako Tinggi”. Bahwa di dalam hukum adat yang Pusako Tinggi itu tidak boleh dipindah tangankan, tidak obahnya bagaikan statmen Nabi Muhammad S.A.W waktu menemukan sisah-sisah perang Khaibar(d13)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *