Padang,relasipublik – Sumatera Barat sebagai daerah penyumbang ekspor gambir terbesar di Indonesia yang mencapai 80 persen, tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan sebagian besar petaninya. Diperlukan regulasi khusus guna revitalisasi tata kelola gambir, percepatan hilirisasi dan pengaturan harga yang memihak pada petani.
Hal ini terungkap saat audiensi Asosiasi Petani Gambir Pesisir Selatan (APG Pessel) dengan Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Buya Mahyeldi, di Gubernuran, Sabtu (5/2/2022).
Kepada gubernur, Inisiator APG Pessel, Asril Encik menyampaikan beberapa catatan penting yang harus menjadi perhatian, pertama, masih terkendalanya percepatan hilirisasi industri gambir. Bahkan sudah terjadi hulurisasi produksi gambir dengan dijualnya daun gambir oleh petani kepada Pengusaha Gambir.
Kedua, perlunya pengaturan tata niaga atau perdagangan gambir yang terindikasi sudah masuk dalam kategori Monopoli dan Kartel. Ketiga, Peningkatan kualitas produksi. Keempat, belum ditetapkannya harga Dasar, yang sesuai dengan nilai nominal jerih payah Petani dan tidak memenuhi besarnya biaya kebutuhan dasar, sesuai dengan kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Kelima, tidak adanya harga transaksi yang berdasarkan fluktuasi harga pasar gambir dunia. Karena gambir merupakan komoditi ekspor, maka harga transaksi gambir harus mengikuti perkembangan harga gambir di pasar dunia.
“Penetapan harga dasar dan harga transaksi ini penting, karena selama ini harga gambir dipasaran Sumatera Barat, ditetapkan secara sepihak oleh para eksportir atau pengusaha produk gambir dan pengumpul atau toke, sehingga selama 10 tahun terakhir ini rata-rata harga gambir hanya berkisar Rp18 ribu sampai Rp30 ribu perkilogram,” kata Asril.
Selain itu, untuk mendukung semua program diatas, APG Pessel juga meminta agar segera diterbitkan regulasi khusus di Sumatera Barat, sebagai provinsi dengan jumlah ekspor gambir terbesar nasional, terkait tata niaga gambir.
“Perlu triple konsesus, antara pemerintah, pengusaha dan petani. Sehingga perjanjian jual beli nanti tidak lagi melalui toke tapi sudah melalui asosiasi petani gambir, kita harapkan seperti itu. Sehingga koperasi dengan eksportir sudah business to business,” lanjut Asril.
Gubernur mengapresiasi APG Pessel yang telah proaktif memberikan masukan pada pemerintah yang prihatin terhadap kondisi petani gambir di Sumbar. Kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Dinas Pertanian yang ikut hadir dalam audiensi tersebut, Gubernur minta agar masukan dari asosiasi untuk segera ditindaklanjuti.
“Atas nama Pemerintah Provinsi Sumbar saya mengucapkan terimakasih atas masukan-masukan yang sangat berharga. Hal ini memang telah lama menjadi keprihatinan kita juga. Segera kita akan buat tim perumusan ranperda, sehingga kedepan kendali perniagaan gambir bisa dikendalikan secara lebih baik demi kesejahteraan para petani kita. Apalagi keinginan ini muncul dari petani itu sendiri untuk percepatan hilirisasi,” ungkap Buya Mahyeldi.
Gubernur juga instruksikan OPD terkait untuk bisa mensosialisasikan berbagai masukan dari APG Pessel ke beberapa daerah sentra gambir lainnya.
Untuk diketahui, saat ini di Pessel terdapat lahan produktif gambir seluas 5537 hektar dengan produksi mencapai 3014 ton per enam bulan. Sektor ini mampu menyerap 9418 tenaga kerja.(doa/MMC)