Berita UtamaOpiniTERBARU

THANKSGIVING: Antara Rasa Syukur dan Refleksi Sejarah

26
×

THANKSGIVING: Antara Rasa Syukur dan Refleksi Sejarah

Sebarkan artikel ini
Gambar keluarga sedang merayakan Thanksgiving bersama. (sumber: https://www.pinterest.com/)

Oleh: Aisyah Ramadhani Aziz (Prodi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)

Thanksgiving atau hari perayaan rasa syukur adalah hari libur nasional di Amerika Serikat sebagai tradisi untuk merayakan hal-hal positif yang sudah terjadi dalam hidup. Awalnya, Thanksgiving adalah hari khusus untuk meayakan hasil panen, namun seiring waktu masyarakat Amerika mulai menjadikan hari spesial ini sebagai waktu khusus berkumpul bersama keluarga.

Thanksgiving dirayakan setiap hari Kamis terakhir di bulan November dan masyarakat Amerika umumnya merayakan Thanksgiving dengan berkumpul bersama keluarga sembari menyantap hidangan khas seperti ayam kalkun dan mashed potato. Namun, inti dari hari spesial ini bukan hanya hidangan yang nikmat tetapi moment berkumpul bersama keluarga juga menjadi hal yang paling mewarnai hari spesial ini. 

Adapun sejarah tercatat dari budaya Thanksgiving di Amerika dimulai pada tahun 1621 oleh para penjelajah dari Eropa yakni kaum Pilgrim. Sebagai perayaan hasil panen, para kaum Pilgrim mengadakan pesta makan malam bersama dengan penduduk asli Amerika yaitu suku Wampanoag. Pesta panen tersebut berlangsung selama tiga hari dan dianggap sebagai salah satu bentuk awal dari perayaan Thanksgiving di Amerika. Namun, kisah ini hanyalah satu bagian dari sejarah yang jauh lebih kompleks.

Seiring berjalannya waktu, tradisi Thanksgiving mengalami berbagai perubahan dan penyesuaian. Pada awalnya, perayaan ini tidak dirayakan secara rutin setiap tahun. Namun, pada abad ke-19, Sarah Josepha Hale, seorang penulis dan editor ternama saat itu, melakukan kampanye selama bertahun-tahun agar Thanksgiving dijadikan sebagai hari libur nasional.

Upayanya berhasil ketika Presiden ke-16 Amerika Serikat, Abraham Lincoln pada tahun 1863 menetapkan Thanksgiving sebagai hari libur nasional yang dirayakan setiap hari Kamis terakhir di bulan November. Keputusan ini diambil di tengah masa Perang Saudara Amerika dengan harapan dapat menyatukan bangsa yang sedang terpecah.

Beberapa mahasiswa memberikan tanggapan positif mengenai perayaan Thanksgiving karena hari spesial ini mencerminkan kebersamaan yang harmonis. Banyak dari mereka merasa tidak asing dengan tradisi ini, karena di Indonesia sendiri hari-hari libur nasional juga kerap dimanfaatkan untuk berkumpul bersama keluarga.

Nolla Fitria (19), mahasiswi Universitas Andalas, menyatakan bahwa Thanksgiving adalah perayaan yang menarik karena menekankan rasa syukur dan kebersamaan. “Meskipun saya bukan berasal dari budaya yang merayakannya, saya merasa nilai-nilainya tidak asing. Di Indonesia, kita juga punya momen seperti Lebaran atau Natal, di mana keluarga berkumpul dan saling berbagi. Jadi, saya bisa memahami makna yang mendalam di balik Thanksgiving,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Arifa Khairunnisa (20), mahasiswi Universitas Andalas lainnya. Menurutnya, Thanksgiving menggambarkan bagaimana budaya dapat membentuk tradisi yang erat dengan nilai-nilai kekeluargaan. “Ini mengingatkan saya pada Hari Raya di Indonesia, ketika semua orang pulang kampung untuk berkumpul dengan orang tua dan saudara. Saya senang bisa mengenal tradisi seperti ini karena memperluas wawasan saya tentang cara masyarakat lain merayakan kebersamaan,” tuturnya.

Sementara itu, Siti Nurasyifa (19), juga mahasiswi Universitas Andalas, menilai bahwa Thanksgiving menjadi momen penting untuk menghargai waktu bersama orang-orang terdekat. “Thanksgiving menarik karena menekankan pentingnya bersyukur dan menghargai kebersamaan. Meskipun bukan tradisi di Indonesia, nilai-nilainya terasa dekat. Saya langsung teringat momen seperti Lebaran, di mana keluarga besar berkumpul dan saling memaafkan. Bagi saya, budayanya berbeda, tapi semangatnya sama,” jelasnya.

Secara budaya, Thanksgiving kini identik dengan tradisi makan malam bersama keluarga yang sering kali disertai dengan berbagai kegiatan lain seperti menonton parade dan pertandingan sepak bola Amerika. Hidangan utama berupa ayam kalkun panggang yang sudah menjadi ikon kuliner utama pada hari spesial ini, disertai makanan pendamping seperti saus cranberry, pai labu, dan tentu saja mashed potato. Tradisi makan malam Thanksgiving menjadi simbol dari rasa syukur, kebersamaan, dan semangat berbagi bersama orang-orang terdekat.

Selain itu, banyak masyarakat yang memanfaatkan momen ini untuk melakukan kegiatan sosial seperti membagikan makanan kepada tunawisma atau bergotong-royong di dapur umum. Kegiatan ini mencerminkan nilai inti dari Thanksgiving itu sendiri yaitu rasa syukur dan kepedulian terhadap sesama.
Meskipun merupa kan tradisi yang berakar dari budaya Barat, nilai-nilai yang diusung oleh Thanksgiving bersifat universal.

Bersyukur atas apa yang dimiliki, menghargai kebersamaan dengan keluarga, serta menumbuhkan empati terhadap orang lain adalah nilai-nilai yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya di Amerika, tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Namun demikian, perayaan Thanksgiving juga tidak luput dari kritik dan refleksi mendalam terutama dari komunitas penduduk asli Amerika. Bagi sebagian orang, perayaan ini bukan hanya soal syukur dan kebersamaan, melainkan juga momen untuk mempertimbangkan sejarah penderitaan yang dialami setelah kontak antara bangsa Eropa dan suku-suku asli.

Setelah perayaan pertama Thanksgiving pada tahun 1621 antara kaum Pilgrim dan suku Wampanoag, berbagai penyakit, penggusuran tanah, dan konflik sosial-politik mulai merundung kehidupan penduduk asli (History.com).

Seiring waktu, cerita resmi yang banyak dikisahkan di sekolah-sekolah dan media populer sering menggambarkan hubungan yang harmonis antara Pilgrim dan Wampanoag, seakan hanya ada saling tolong-menolong dan pesta syukur. Padahal, para sejarawan menekankan bahwa narasi tersebut banyak yang disederhanakan atau bahkan dilebih-lebihkan demi membangun identitas nasional yang bersifat ideal (The Guardian).

Salah satu bentuk kritik yang cukup signifikan adalah Hari Berkabung Nasional atau National Day of Mourning yang diperingati oleh beberapa komunitas penduduk asli sejak tahun 1970. Hari ini dianggap sebagai hari refleksi atas kehilangan tanah, budaya, dan kehidupan yang terjadi akibat kolonialisasi (Wikipedia).

Selain itu, terdapat pula tradisi simbolis seperti pengampunan kalkun di Gedung Putih, di mana Presiden Amerika Serikat secara simbolik memaafkan seekor kalkun agar tidak disembelih. Meskipun ringan dan bersifat seremonial, tradisi ini menunjukkan bagaimana simbolisme sering digunakan untuk mempertahankan sisi selebratif dari Thanksgiving meskipun di balik itu terdapat sejarah yang lebih rumit (White House History).

Dengan demikian, Thanksgiving bukanlah sekadar pesta makan malam atau libur nasional. Ia juga berisi lapisan-lapisan sejarah, makna sosial, dan nilai moral yang kompleks. Perayaan ini mengajarkan kita untuk bersyukur, namun juga mengajak untuk mengevaluasi bagaimana sejarah ditulis, siapa yang diingat, dan siapa yang terlupakan.

Menyertakan suara-suara penduduk asli Amerika dalam narasi Thanksgiving, mendengarkan kisah mereka tentang penindasan, tentang perlawanan, dan tentang harapan keberlanjutan budaya, adalah bagian dari usaha agar perayaan ini semakin inklusif dan bermakna bagi semua.

Sumber:
History.com Editors. (n.d.). Thanksgiving: Origins & meaning. History. https://www.history.com/topics/thanksgiving/history-of-thanksgiving
Hutton, A. (2021, November 25). ‘The gooey overlay of sweetness over genocide’: the myth of the ‘first Thanksgiving’. The Guardian. https://www.theguardian.com/us-news/2021/nov/25/thanksgiving-myth-wampanoag-native-american-tribe
Wikipedia contributors. (n.d.). National Day of Mourning (United States protest). In Wikipedia. https://en.wikipedia.org/wiki/National_Day_of_Mourning_(United_States_protest)
White House Historical Association. (n.d.). History of White House Thanksgiving traditions. https://www.whitehousehistory.org/press-room/press-backgrounders/history-of-white-house-thanksgiving-traditions

Padang, 03 Oktober 2025
Dokumentasi:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *