BeritaNasional

Warga Ruko Marinatama Gugat Inkopal ke PTUN Jakarta Timur Terkait Sertifikat Hak Pakai

27
×

Warga Ruko Marinatama Gugat Inkopal ke PTUN Jakarta Timur Terkait Sertifikat Hak Pakai

Sebarkan artikel ini

Jakarta,relasipublik — Sebanyak 42 warga penghuni Ruko Marinatama (Marina) Mangga Dua, Jakarta Utara, resmi mengajukan gugatan terhadap Induk Koperasi Angkatan Laut (Inkopal) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur.

Gugatan tersebut diajukan sebagai bentuk keberatan atas penerbitan sertifikat hak pakai atas lahan tempat bangunan ruko berdiri, yang dinilai cacat hukum dan melanggar prosedur administrasi pertanahan.

Kuasa hukum warga, Subali, S.H., menjelaskan bahwa pokok gugatan berfokus pada keabsahan penerbitan sertifikat hak pakai yang dinilai bertentangan dengan komitmen awal pembangunan kawasan Marinatama pada akhir 1990-an.

“Warga membeli dan menempati ruko dengan perjanjian akan memperoleh Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), bukan hak pakai. Namun, setelah lebih dari dua dekade, yang terbit justru sertifikat hak pakai atas nama pihak lain. Kami menilai proses ini melanggar ketentuan hukum agraria,” ujar Subali usai sidang kelima di PTUN Jakarta Timur, Selasa (12/11/2025).

Sidang kelima perkara tersebut sempat ditunda untuk memberi kesempatan kedua pihak melengkapi dokumen tambahan. Majelis hakim menekankan pentingnya pembuktian yang relevan dan profesional, termasuk kehadiran saksi serta ahli yang kompeten.

Subali menambahkan, pihaknya akan menghadirkan saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) untuk menjelaskan aspek hukum konversi tanah negara yang dinilai tidak sesuai ketentuan.

“Sesuai aturan, tanah negara harus terlebih dahulu dikonversi menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Kementerian Pertahanan, baru kemudian dapat diterbitkan Hak Guna Bangunan (HGB). Namun dalam kasus ini, tanah langsung diterbitkan sebagai Hak Pakai, dan ini kami anggap keliru secara hukum,” jelasnya.

Warga Alami Tekanan Selama Proses Hukum

Di tengah proses hukum yang masih berlangsung, sejumlah warga penghuni ruko mengaku menerima surat peringatan untuk mengosongkan bangunan dari pihak Inkopal. Bahkan, beberapa warga melaporkan adanya intimidasi dan teror dari orang tidak dikenal setelah mengikuti persidangan.

“Langkah-langkah seperti itu mencederai proses hukum yang sedang berjalan. Tidak boleh ada pengosongan sebelum ada putusan hukum tetap,” tegas Subali.

Pihaknya juga meminta aparat penegak hukum dan pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada warga, agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang di luar mekanisme hukum yang berlaku.

Permohonan Mediasi ke Kementerian Pertahanan

Sebagai upaya penyelesaian damai, warga telah mengirimkan surat resmi kepada Menteri Pertahanan, Jenderal (Purn.) Sjafrie Sjamsoeddin, pada 29 Oktober 2025.

Surat tersebut berisi permohonan agar Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bersedia menjadi mediator antara warga dan Inkopal. Surat itu juga ditembuskan kepada Majelis Hakim dan Panitera PTUN Jakarta Timur, serta ditandatangani oleh seluruh 42 warga dan perwakilan badan hukum penghuni Ruko Marinatama.

“Kami masih percaya bahwa TNI adalah bagian dari rakyat, dan rakyat harus dilindungi oleh TNI. Kami berharap Menhan berkenan membuka ruang komunikasi demi penyelesaian yang berkeadilan,” tutur Subali.

Hingga kini, pihak Kementerian Pertahanan belum memberikan tanggapan resmi atas surat permohonan tersebut.

Latar Belakang Sengketa

Kompleks Ruko Marinatama dibangun sejak akhir 1990-an sebagai kawasan perdagangan dan perkantoran di bawah koordinasi Inkopal. Para penghuni membeli unit dengan harapan akan memperoleh hak kepemilikan berupa SHGB. Namun, setelah lebih dari 25 tahun, sertifikat yang dijanjikan tak kunjung diterbitkan.

Fakta bahwa lahan tersebut kemudian terdaftar sebagai Hak Pakai atas nama pihak lain menjadi dasar utama gugatan ke PTUN Jakarta Timur.

Kuasa hukum dan warga berharap proses hukum di PTUN Jakarta dapat menjadi sarana penyelesaian yang adil, transparan, dan bebas tekanan dari pihak mana pun.

“Kami menempuh jalur hukum dengan itikad baik, bukan untuk berkonfrontasi. Namun, jika hak warga dilanggar, kami wajib memperjuangkannya sesuai koridor hukum,” pungkas Subali.

Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dari pihak penggugat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *