PADANG,RELASIPUBLIK—Digitalisasi penyiaran akan mendorong keberagaman konten siaran serta menumbuhkan industri penyiaran di tingkat lokal, atau daerah. Dengan beragamnya konten tersebut, hal ini membuka peluang bagi konten kreator lokal untuk menunjukkan eksistensinya melalui karya-karya yang berkualitas.
Khususnya di Sumbar, atau di Minang, banyak sekali sumber inspirasi untuk memproduksi konten-konten yang edukatif, kreatif dan variatif dengan latar belakang cerita mengenai budaya, sejarah, wisata, religi, kuliner dan lainnya.
“Untuk itu Sumbar harus terus mendorong tumbuhnya para konten kreator yang bisa memproduksi siaran yang menyangkut dengan kearifan lokal yang dipunyai,” ujar Yuliandre Darwis, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, saat menjadi narasumber di acara Rakor Stakeholder Penyiaran di Sumbar, yang digelar oleh KPID Sumbar, Senin (30/5), di Hotel Kyriad Bumi Minang, Padang.
Yuliandre menceritakan betapa Korea Selatan (Korsel) yang negaranya tanpa sumber daya alam (SDA) yang banyak, mampu mendorong daya kreativitas masyarakatnya sehingga mendatangkan pendapatan yang triliunan jumlahnya.
“Apa yang dicapai oleh Korea Selatan saat ini melalui sumber daya manusia (SDM)-nya harus menjadi inspirasi bagi kita semua, bagaimana kreativitas itu bisa mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara,” kata Yuliandre, yang beberapa waktu lalu diangkat menjadi Advisor/Penasehat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.
Lanjut Yuliandre, sesuai aturannya lembaga penyiaran harus menyediakan 10% dari siarannya untuk siaran-siaran lokal atau daerah. Menurutnya, inilah yang harus dimanfaatkan secara maksimal oleh daerah. Jangan sampai kesempatannya sudah terbuka, tapi konten siarannya tidak ada.
Mengenai banyaknya saat ini tumbuh siaran-siaran yang diproduksi secara pribadi kemudian didistribusikan melalui platform media sosial, yang kadang menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat, disebutkan Yuliandre bahwa KPI sulit menjangkaunya dengan perundang-undangan yang ada sekarang.
Makanya menurut Yuliandre, harus secepatnya dilakukan revisi terhadap UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, yang mana memuat aturan-aturan terhadap siaran-siaran tersebut dan juga memberikan penguatan kepada KPI secara kelembagaan mengawasinya.
“Untuk lembaga penyiaran mainstream, kita yakin 99 persen mereka ini taat pada aturan, dan bisa KPI awasi. Tapi untuk yang di luar itu, harus ada regulasi yang bisa mengaturnya,” tukas Yuliandre.
Kemudian Yuliandre sepakat bahwa program migrasi televisi analog ke digital, atau Analog Switch Off (ASO), harus disukseskan bersama. Kementerian Kominfo sebagai leading sector-nya harus melibatkan banyak pihak, khususnya pemerintah daerah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.
Turut menjadi narasumber lainnya Geryantika Kurnia (Direktur Penyiaran Kementerian Kominfo), Jasman (Kadis Kominfotik), Sumbar, Maigus Nasir (Wakil Ketua Komisi I DPRD Sumbar) dan Dasrul (Ketua KPID Sumbar). Sementara moderator, Isa Kurniawan dari Masyarakat Peduli Penyiaran (Mapepa).
Acara dengan tema “Masa Depan Penyiaran Sumatera Barat dalam Era Digital” ini, dihadiri Dinas Kominfo kabupaten / kota se Sumbar, lembaga penyiaran, LSM, mahasiswa, dan para milenial peduli penyiaran.(kpi)